Rumah Adat Maluku | Baileo, Balai Warga yang Penuh Makna

Rumah adat Maluku dikenal dengan nama rumah adat baileo. Kata baileo memiliki arti balai. Sebenarnya rumah adat ini juga ditemukan di daerah Maluku Utara, tapi baileo merupakan rumah adat dari provinsi Maluku. Bangunannya kental dengan nuansa Maluku.


Rumah Adat Maluku


Provinsi Maluku beribukota di Kota Ambon merupakan sebuah provinsi yang wilayahnya meliputi bagian selatan Kepulauan Maluku. Luas wilayahnya sebesar 46.913,03 km² dengan total jumlah penduduk sekitar 1.831.880 jiwa.

Sebagian besar penduduk Maluku merupakan penduduk asli Maluku yang terdiri dari beberapa suku bangsa, seperti Suku Alifuru, AMbon, Buru, dan Kei. Sedangkan suku-suku pendatang diantaranya ada Suku Bugis, Makassar, Buton, dan Jawa.

Rumah Baileo

Salah satu wilayah dimana rumah adat Maluku, yaitu baileo masih terpelihara dengan baik adalah di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Disana rumah baileo tidak difungsikan sebagai tempat tinggal melainkan hanya digunakan saat ada acara adat atau keagamaan.

Berdasarkan fungsinya, maka baileo memiliki arti yang sama dengan kata balai dalam bahasa Indonesia. Hampir semua baileo yang ditemukan di Kecamatan Saparua berukuran cukup luas. Terlihat luas karena terdiri dari satu ruangan tanpa sekat.

Baileo merupakan rumah adat yang berbentuk panggung besar dengan ketinggian satu hingga 2 meter. Pembangunan rumah adat Maluku ini berlandaskan prinsip, simbol, dan kepercayaan penduduk pada masa tersebut.

Struktur Rumah Baileo

Tegaknya bangunan rumah tradisional yang kokoh ini disokong oleh tiang-tiang kayu pendek yang berjajar ditanam ke dalam tanah. Pada umunya tiang dibuat dari bahan kayu kelapa dan hanya menopang bagian lantai rumah.

Sementara itu, atapnya ditopang oleh tiang sambungan yang ukurannya lebih kecil. Banyaknya pilar penyangga bangunan yang terdapat pada rumah baileo menunjukkan jumlah klan yang berada di desa.

Bagian depan serta belakang rumah baileo terdapat sembilan pilar penyangga. Sedangkan pada bagian kanan dan kiri rumah adat terdapat lima pilar penyangga yang dikenal sebagai lambang Siwa Lima.

Siwa Lima memiliki arti saling memiliki yang menjadi simbol persekutuan desa-desa di Maluku. Tentunya mereka yang berasal dari kelompok Siwa dan kelompok Lima.

Atap rumah baileo terbuat dari daun sagu atau rumbia dan memiliki ukiran bermotif binatang, matahari, dan bulan. Warnanya merah kuning, dan hitam. Tidak memiliki sekat luar atau dinding dan jendela. Bangunan ini banyak menggunakan kayu dengan ukiran unik dan juga berbagai macam ornamen khas Maluku.

Lantai rumahnya berukuran cukup luas yang terbuat dari susunan papan yang ditumpangkan pada kerangka atap. Papan-papan yang menjadi lantai disusun tanpa paku. Meskipun demikian, saat diijak lantai rumah tidak berderit sama sekali. Hal ini dikarenakan papan telah dikuatkan dengan teknik kunci pada rangka lantai.

Fungsi dari baileo adalah untuk tempat musyawarah serta untuk menyimpan benda antik dan keramat. Di dalamnya juga terdapat batu dan kamar pamali. Beberapa bangunan baileo yang ada di Kecamatan Saparua ada yang telah menggunakan material bangunan modern, seperti semen dan atap seng.

Arsitektur Rumah Baileo

Umunya bentuk arsitektur Baileo di Maluku Tengah berbentuk rumah panggung atau rumah berkolong yang terdiri dari tiga bagian. Bagian bawah atau kolong, bagian tengah yang merupakan bagian inti, dan bagian atas atau atap.

Ada empat macam baileo yang terdapat di Kecamatan Saparua. Tiga negeri memiliki model baileo berbentuk rumah panggung atau rumah dengan kolong. Sebut saja baileo di Nolloth, baileo di Ihamahu, dan baileo di Haria. Sedangkan satu negeri lainnya, yaitu Ulath memiliki baileo yang tidak berbentuk panggung atau bekolong.

Di Ulath, meski bentuknya bukan merupakan rumah panggung, tapi pondasi dan lantainya dibuat tinggi dan masuknya tetap menggunakan tangga. Keempat baileo tersebut juga memiliki ciri khasnya masing-masing.

Secara umum, baileo di Maluku Tengah dapat digambarkan dengan empat deskripsi berikut. Pertama, bangunannya berdenah empat persegi panjang. Kedua, bangunannya berlantai papan yang didirikan di atas tiang-tiang penyangga berupa balok-balok kayu.

Ketiga, bentuk atap tumpal terbuat dari daun rumbia. Terakhir, bangunan dan seluruh materialnya terbuat dari unsur-unsur alam serta dikerjakansecara tradisional. Bentuk arsitektur bagian-bagian baileo terbagi menjadi tiga bagian.

Bagian Bawah

Didirikan di atas tumpukan tanah yang agak tinggi dan dibatasi dengan tumpukan batu sebagai penahan tanah. Tiang-tiangnya ditancapkan kedalam tanah. Jumlah tiang pada masing-masing baileo bervariasi.

Selain tiang-tiang induk, terdapat juga tiang-tinag tambahan yang diikatkan berimpit dengan tiang induk. Fungsi tiang tambahan tersebut untuk memperkuat tiang induk sebagai penopang seluruh bangunan.

Bagian Tengah

Dinding dan lantai merupakan bagian tengah. Laitai baileo umumnya terbuat dari papan yang diletakkan di atas tiang-tiang kayu dan dikuatkan menggunakan pasak kayu. Saat ini penggunaan paku telah menggantikan pasak kayu. Pada baileo Ulath yang tidak berkolong, lantainya tidak menggunakan papan kayu melainkan pasir.

Dinding baileo umumnya terbuat dari papan kayu yang tingginya sekitar satu meter dari lantai. Pada baileo Nolloth dan Ihamahu dindingnya terbuat dari balok kayu. Di baileo Nollot balok kayunya disilang-silang sehingga membentuk tumpal. Sementara baileo ulath balok kayu dijejerkan vertikal menyerupai pagar.

Di Ihamahu, dinding baileonya terbuat dari papan kayu yang diukir dengan ukiran motif khas Maluku.dari keempat macam baileo hanya baileo di Haria yang tidak berdinding.

Pintu masing-masing baileo juga bervariasi. Rumah baileo Haria dan baileo Ulath memiliki dua buah pintu. Baileo Nolloth memiliki empat buah pintu di masing-masing sisinya. Sedangkan baileo Ihamahi memiliki tiga buah pintu. Setiap pintu memiliki tangga untuk masuk.

Bagian Atas

Atas atau atap rumah biasanya berbentuk tumpal atau segitiga sama kaki. Umumnya terbuat dari daun sagu atau daun rumbia. Struktur atap menggunakan bahan kayu dan bambu dengan pasak kayu meupun diikat dengan ijuk. Sekarang ini baileo juga banyak yang menggunakan pasak besi atau paku.

Masyarakat setempat menganggap baileo sebagai rumah leluhur karena itu hanya dipergunakan saat ada upacara adat. Tiupan tahuri merupakan perlambang memohon restu dari leluhur dalam proses pelaksanaan berbagai macam upacara di baileo.

Bangunan baileo menggambarkan adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat Maluku. Hal itu nampak jelas pada pengaturan pintu masuk. Kepala negeri mempunyai pintu masuk yang berbeda dengan pintu masuk masyarakat biasa. Begitu juga dengan pengaturan tempat duduknya.

Tak hanya itu tempat duduk di dalam baileo juga diatur sedemikian rupa. Saat upacara adat, raja duduk di tempat paling depan dan agak tinggi yang berhadapan dengan masyarakat biasa. Hingga saat ini aturan-aturan tersebut masih dipatuhi oleh masyarakat setempat.

Begitu juga dengan posisi tiap soa atau marga dalam acara adat yang dilaksanakan di baileo juga menuruti aturan yang ada. Masing-masing soa atau marga memiliki tiang yang diberi nama menurut nama soa atau marga tersebut.

Sehingga saat pelaksanaan upacara adat, setiap marga menempati tiang milik soanya sendiri. Hal ini juga terlihat saat pelaksanaan upacara tutup baileo. Ada pembagian tugas yang jelas bagia seluruh masyarakat berdasarkan soanya. Mulai dari mempersiapkan bahan hingga mengganti atap.

Keywords: Rumah Adat Maluku

Originally posted 2020-05-12 10:53:31.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.