Rumah Adat Kalimantan Selatan | Rumah Tradisional Beratap Unik

Rumah adat Kalimantan Selatan yang paling ikonik adalah rumah bubungan tinggi khas Banjar. Masing-masing rumah memiliki perbedaan dari segi arsitektur bangunan meski sama-sama berbentuk rumah panggung dan atap yang tinggi.


Rumah Adat Kalimantan Selatan


Provinsi Kalimantan Selatan beribu kota di Kota Banjarmasin. Kalimantan Selatan atau Kalsel memiliki luas wilayah 37.530,52 km dengan jumlah penduduk mencapai 4.244.096 jiwa. Bahasa daerah yang paling dominan di Kalsel adalah Bahasa Banjar.

Suku bangsa atau etnis yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan, diantaranya ada Suku Banjar, Bugis, Dayak, Jawa, Madura, Mandar, dan Bajau Rampa. Suku Dayak disana dibagia kedalam beberapa subetnis, seperti Dayak Meratus, Dayak Bakumpai, Dayak maanyan warukin, Dusun Balangan, Samihim atau Dusun Tumbang,Deah, dan Berangas.

Rumah Bubungan Tinggi

rumah adat kalimantan selatan
arsitag.com

Provinsi Kalimantan Selatan memiliki rumah adat yang salah satunya bernama rumah Bubungan TInggi. Biasanya pondasi tiang atau tongkat penahan rumah suku Banjar dibuat tinggi. Hal itu dikarenakan tanah di Banjar termasuk jenis tanah rawa.

Sebagian besar Suku Banjar mendiami wilayah Kalimantan Selatan dan sebagian yang lain menempati wilayah provinsi lain juga Malaysia. Dulunya rumah bubungan tinggi menjadi pilihan kediaman Sultan Banjar.

Filosofi Bangunan

Bangunan rumah bubungan tinggi melambangkan perpaduan antara dua dunia, yaitu dunia atas dan bawah. Ukiran burung enggang yang disamarkan pada bagian ujung garis lintang atap rumah melambangkan dunia atas.

Sementara itu ukiran naga yang juga disamarkan melambangkan dunia bawah. Letak ukiran naga berada pada bagian ujung penampih. Penampih adalah sebuah papan yang mengelilingi bagian bawah rumah.

Alasan mengapa ukiran disamarkan adalah karena di dalam ajaran Agama Islam yang mereka anut tidak diperbolehkan mengukir makhluk bernyawa dengan jelas. Sebenarnya tidak hanya lukisan, Islam juga melarang pahatan dan seni lain yang meyerupai makhluk hidup.

Wujud rumah adat Kalimantan Selatan ini secara keseluruhan melambangkan pohon kehidupan. Pohon tersebut memiliki makna keseimbangan dan keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya.

Keberadaan rumah bubungan tinggi erat sekali dengan kebudayaan Suku Banjar. Contohnya saja, ukiran-ukiran yang ada di rumah ini merupakan seni ukir khas Banjar. Bahkan rumah adat Kalimantan Selatan ini juga sering dijadikan tempat pertunjukan wayang kulit Banjar yang merupakan bagian dari kebudayaan mereka.

Sebagian besar rumah bubungan tinggi menghadap ke arah sungai. Hal itu merupakan kebudayaan yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyang Suku Banjar. Itu juga karena Suku Banjar sangat berkaitan dengan sungai. Fungsi sungai bagia mereka sebagai jalur trasportasi sekaligus kebutuhan air minum.

Arsitektur Bangunan

Bahan kayu yang paling ideal untuk material bangunan adalah kayu galam atau yang biasa disebut dengan kayu kapur naga. Kerangka rumah pada rumah adat ini memakai ukuran tradisional depa yang ganjil.

Depa yang ganjil tersebut dipercaya memiliki unsur magis dan sakral. Bagian sakral tersebut antara lain susuk yang terbuat dari kayu ulin, gelagar yang terbuat dari belangiran juga damar putih, lantai yang disusun dari papan kayu ulin dengan ketebalan tiga centimeter, rangka pintu dan jendela yang terbuat dari papan serta balokan kayu ulin, dan lainnya.

Lantai pada rumah adat Banjar disebut juga lantai jarang. Umumnya terletak di serambi depan, ruang padu, dan anjung jurai. Dinding rumahnya disusun dengan posisi papan kayu berdiri sehingga diperlukan balabad dan turus tawing agar dapat menempel.atapnya sebagai perlambang kekuasaan dibuat membumbung tinggi.

Disebut juga Baanjung, yaitu rumah dengan pondasi dan tiang yang tinggi. Atapnya membumbung tinggi dan terdapat ukiran di bagian rumah khas Hindu-Budha juga Islami. Lantai terbuat dari kayu ulin setebal 3 cm begitu juga dengan pintu dan jendelanya. Dindingnya terbuat dari papan yang disusun berdiri.

Rumah bubungan tinggi memiliki struktur bangunan rumah panggung. Tegaknya rumah ditopang oleh tiang-tiang besar berbentuk silindris atau kayu utuh yang keras. Bentuk atap bagian tengah tinggi dan agak melancip.

Disebut juga dengan atap Sindang Langit dan bentuknya memanjang tidak berplafon. Tangga untuk naik selalu berjumlah ganjil. Pada ruang pamendangan bagian akhir diberi pagar keliling dengan ukiran Kandang Rasi.

Rumah Balai

Merupakan rumah tradisional khas subetnis Dayak yang berada di Sepanjang pegunungan Meratus, Kalsel. Sebagian subetnis tersebut ada yang termasuk rumpun Ot Danum adapula yang masuk rumpun Iban.

Jenis rumah ini dibangun untuk satu keluarga, tapi setelah beranak pinak keluarga tersebut tetap mendiami rumah ini dari waktu ke waktu. Secara alamiah penghuni rumah akan susah terpisahkan karena beberapa faktor. Bisa karena hubungan darah, kesamaan adat, dan hal lain yang membuat mereka terikat.

Bangunannya memiliki panjang 20 sampai 30 meter dengan lebar antara 10 sampai 15 meter. Berhubung bentuknya adalah rumah panggung, jadi lantai tidak langsung menyentuh tanah. Ada tiang-tiang yang menyangga setinggi dua hingga tiga meter.

Terdapat sejumlah bilik di dalam rumah pada setiap sisinya. Setiap bilik berukuran 4 x 4 meter. Bilik-bilik ini berfungsi sebagai kamar tidur mereka. Sedangkan bagian tengahnya dikhususkan untuk tempat upacara adat dan kepercayaan mereka, yaitu Kaharingan.

Dulunya rumah Balai tidak dicat. Sehingga warna bahan utamanya, yaitu kayu ulin terlihat jelas. Bagian atap menggunakan sirap atau daun rumbia dengan bentuk atap pelana.

Balai Bini dan Balai Laki

 

 

 

rumah adat kalimantan selatan

Pada masa pemerintahan Kesultanan Banjar rumah Balai BIni didiami oleh para putri sultan atau kerabat sultan yang perempuan. Bangunan induknya berbentuk persegi panjang dengan atap model perisai.

Bentuk bangunan induk ini sering disebut dengan rumah gajah. Atapnya yang menyerupai perisai memiliki filosofi perlindungan terhadap wanita. Samping kiri dan kanan bangunan disebut anjung. Anjung menggunakan atap sengkuap dan model ini sering disebut dengan pisang sasikat.

Selain rumah untuk perempuan terdapat juga balai laki yang dulunya dihuni para pengawal dan prajurit Kesultanan Banjar. Hal yang membedakan balai laki dengan balai bini salah satunya adalah bentuk atapnya yang menyerupai pelana.

Dulunya balai laki hanya memiliki bangunan rumah induk saja dan tidak diberi cat. Hanya memiliki satu pintu di bagian depan. Filosofinya satu pintu melambangkan jiwa satria yang gagah berani, cerdas, sigap, dan tak mau melarikan diri dari musuh lewat pintu belakang.

Joglo Gudang atau Joglo Banjar

rumah adat kalimantan selatan
id.wikipedia.org

Joglo khas Suku Banjar berbeda dengan bentuk rumah joglo Suku Jawa. Dari bentuknya saja sudah dapat dipastikan keduanya sangat berbeda. Dinamakan joglo memang karena bangunannya sekilas meyerupai rumah joglo khas Jawa, tapi bentuk rumah ini adalah rumah panggung.

Bangunannya beratap limas dan disambung atap sindang langit pada bagian depannya. Dibagian depan ini atapnya tidak diberi plafon. Sedang dibagian belakang diberi atap sengkuap yang disebut juga hambin awan.

Alasan dinamakan joglo gudang karena bagain kolong rumah dijadikan sebagai gudang penyimpanan. Hasil hutan, seperti karet disimpan di tempat ini. Agar lebih jelas mengenai perbedaan antara bangunan joglo Jawa dengan joglo Banjar, baca juga https://catatanbelajar.id/ilmu-sosial/rumah-adat-yogyakarta/

Sebenarnya masih banyak rumah adat dari Suku Banjar, tapi tidak semua orang Banjar mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Hanya beberapa subetnis saja yang menempati wilayah Kalsel, sisanya ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Timur, hingga Malaysia. Sehingga rumah adat Suku Banjar yang bisa ditemui di Kalsel hanya yang disebutka diatas.

keywords: Rumah adat Kalimantan Selatan

Originally posted 2020-05-16 09:43:57.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.