Rumah Adat Maluku Utara, Rumah Sasadu sebagai Tempat Mengadu

Rumah adat Maluku Utara dikenal dengan nama rumah adat sasadu. Kata sasadu berarti berlindung di rumah besar. Jenis bangunan rumah adat sasadu adalah bentuk rumah panggung.


Rumah Adat Maluku Utara


Provinsi Maluku Utara beribu kota di Kota Sofifi. Sebelumnya ibukota dari Provinsi Malut (Maluku Utara) berada di Ternate, tepatnya di kaki Gunung Gamalama. Namun, pada tahun 2010 ibukota provinsi Malut berpindah ke Sofifi di Tidore.

Luas wilayah Maluku Utara sebesar 31.982 km² dengan jumlah penduduk total sekitar 1.209.342 jiwa. Penduduknya terdiri dari berbagai macam agama dan suku bangsa. Beberapa etnis yang mendiami wilayah Malut, diantaranya ada Suku Tobelo, Galela, Ternate, Makian, Tidore, Sula, Buton, Jawa, dan lain sebagainya.

Pulau Halmahera

Halmahera merupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku dan bagian dari wilayah Provinsi Maluku Utara. Pulau ini dibagi menjadi 10 kabupaten, yakni Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Barat.

Kemudian Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Sula, Kabupaten Kepulauan Morotai, Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten Pulau Talibau. Luas pulau Halmahera adalah 17.780 km². penduduknya mayoritas memeluk agama Kristen Protestan dan sisanya memeluk Islam.

Suku Sahu

Etnis Sahu atau disebut juga suku Sau merupakan suku asli Indonesia yang kebanyakan masyarakatnya mendiami wilayah Kota Jailolo, Kecamatan Sahu dan Sahu Timur, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara. Konon katanya nama Sahu diberikan oleh Kesultanan Tidore.

Nama sahu diberikan karena dahulu ada beberapa orang yang menemui sultan tepat di waktu sahur. Akhirnya Sultan menyebut mereka dengan sebutan orang Sahu. Salah satu makanan khas Suku Sahu ialah Nasi Jala atau Nasi Kembar. Proses pembuatannya mirip dengan cara membuat lemang.

Beberapa desa yang didiami Suku Sahu masih memiliki bangunan sasadu yang berdiri kokoh meskipun di beberapa bagian ada yang telah lapuk.

Desa Worat-worat, Desa Golo, dan Desa Gamomeng merupakan tiga desa yang memiliki bangunan sasadu milik orang Sahu tertua di Halmahera Barat. Saking tuanya bangunan-bangunan sasadu di ketiga desa tersebut, kerusakannya bahkan mencapai 70%.

Rumah Sasadu

Sasadu merupakan rumah adat khas Suku Sahu yang merupakan etnis dari Pulau Halmahera. Kata sasadu berasal dari kata Sasa – Sela- Lamo atau besar dan juga Tatadus-Tadus atau berlindung. Jadi, sasadu memiliki arti berlindung di rumah besar.

Rumah adat Maluku Utara, yaitu Sasadu memiliki bentuk yang sederhana. Jenis rumahnya berbentuk rumah panggung yang dibangun menggunakan bahan kayu sebagai tiang penyangganya atau pilar. Atapnya pun hanya dari anyaman daun sagu.

Desain rumah sasadu menggambarkan filosofi hidup masyarakat Sahu dalam bermasyarakat. Bangunannya sarat makna dan nilai-nilai filosofis yang memiliki ciri khas keunikannya tersendiri.

Tiap desa di Halmahera memiliki sasadunya masing-masing. Ada tiga fungsi utama dari rumah sasadu, yakni sebagai tempat pertemuan, sebagai tempat penyelesaian perkara, dan tempat melaksanakan upacara adat.

Tiang-tiang penyangga dihubungkan satu sama lain dengan balok penguat tanpa paku. Pengganti paku adalah pasak kayu dan dikuatkan dengan ikatan tali. Hal itu juga merupakan simbol hubungan persaudaraan antarwarga yang tidak akan pernah putus.

Lantainya yang berupa tanah menggambarkan kehidupan manusia. Manusia itu asalnya terbuat dari tanah yang nantinya juga akan kembali ke tanah. Benar-benar sebuah bangunan tradisional yang bermakna tinggi.

Sementara sebagai representasi kekuasaan masyarakat Sahu, rumah adat sasadu memiliki tiga fungsi utama. Fungsi pertama, yaitu sebagai tempat pelaksanaan demokrasi melalui pertemuan kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan.

Sebagai tempat penyelesaian masalah pemerintahan dan kemasyarakatan. Juga sebagai tempat untuk melangsungkan ritual adat. Selain itu, secara vertikal struktur rumah sasadu terbagi dalam tiga bagian, yakni struktur atas, tengah dan bawah. Semuanya menggambarkan satu kesatuan yang utuh.

Struktur Bangunan

Bangunan tradisional sasadu berbentuk segi delapan yang melambangkan delapan arah mata angin. Timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, utara, timur laut.

Jumlah sisi bangunan sasadu yang berjumlah delapan juga merupakan ide leluhur mereka. Maknanya bahwa semua tamu dari berbagai penjuru boleh masuk ke sasadu apabila membutuhkan pertolongan atau berkepentingan dnegan masyarakat Taboso.

Struktur bagian tas rumah mengandung makna ke TUhan-an. Dimana bagian atas memiliki filosofi, yakni segala makhluk diatas bumi akan menengadah ke langit. Orang-orang Taboso dan Masyarakat Sahu percaya bahwa yang berkuasa di bumi ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penguasa langit dan bumi.

Struktur bagian tengah mengandung makna kemanusiaan. Filosofisnya, yakni semua makhluk di bumi akan selalu mempertahankan hidupnya dengan kemampuan mempertahankan kondisi kehidupan. Maknanya adalah bagaimana manusia dan mahkluk hidup lainnya berusaha makan, bernafas, dan kesehatan tubuh terjaga.

Hal tersebut dapat terlihat pada susunan bangunan tengah dimana kayu atau ngaso diikat dengan menghubungkan seluruh badan rumah. Sedangkan struktur bagian bawah memiliki filosofi sebagai tempat pijak. Maknanya adalah manusia selalu berpijak diatas tanah miliknya dan berusaha dengan bijak dalam menggunakannya.

Pada struktur bagian bawah ini dapat diartikan kekuasaan berpijak dengan memanfaatkan alam semesta atau lingkungannya. Selain itu, pemaknaan lainnya adalah manusia harus bekerja keras untuk bertahan hidup dengan cara bekerja diatas keadilan.

Prinsip Orang Sahu dalam Sasadu

Prinsip pembangunan rumah sasadu ada lima. Pertama, posisi teras harus rendah agar setiap orang yang masuk harus menundukkan kepala sebagai bentuk penghargaan terhadap orang yang berada di dalam.

Kedua, di dalam rumah sasadu terdapat empat tiang besar yang melambangkan empat kesultanan. Ketiga, setiap rumah adat memiliki panjang tujuh waras atap yang melambangkan prosesi makan adat selama tujuh hari tujuh malam.

Keempat, penggunaan anyaman daun sagu sebagai atap bertujuan agar orang yang berada di dalam rumah mendapat kesejukan. Terakhir, setiap tali ijuk yang diikat di totora (lata) melambangkan bahwa perbedaan pendapat diantara mereka tetap saja dalam satu ikatan dan persaudaraan.

Arsitektur Rumah Sasadu

Arsitektur rumah sasadu cukup unik. Sasadu tidak memiliki pintu dan dinding penutup di setiap sisinya. Sepintas rumah ini tidak mencerminkan rumah sama sekali. Fungsi dari sadau memang bukan untuk tempat tinggal melainkan sebagai tempat pesta adat.

Aktivitas ritual adat yang biasanya diselenggarakan di sasadu, antara lain pelantikan Raja atau Sibere Nyira, upacara Saimangoa atau upacara panen raya. Upacara Saailama atau upacara syukuran hasil panen, Malolar atau perkawinan adat, serta upacara Horam Toma Sasadu.

Ada enam jalan masuk sekaligus keluar rumah. Dua jalan untuk perempuan, dua untuk lelaki, dan dua lagi untuk para tamu. Sebelum masuk ke sasadu terdapat dua pijakan tangga. Pilar atau tiang-tiangnya terbuat dari kayu bulat. Dibangun tanpa paku melainkan pasak kayu untuk memperkuat.

Ada dua macam bendera yang terpasang di rumah tradisional sasadu, yaitu panji atau bendera besar, dan dayalo atau bendera kecil. Selain itu terdapat juga paturo atau hiasan kain putih. Meski keseluruhan atap terbuat dari anyaman daun sagu, ujung atapnya yang terbuat dari kayu diukir dengan ukiran khas Maluku Utara.

Keywords: Rumah Adat Maluku Utara

Originally posted 2020-05-21 11:03:00.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.