Rumah Adat Aceh Tradisional, Rumah Krong Bade

Rumah Adat Aceh – Rumah Adat Aceh disebut juga Krong Bade atau Rumoh Aceh. Rumah Krong Bade ini merupakan rumah adat yang menjadi ciri khas dari Provinsi Aceh.

Di Nanggroe Aceh Darussalam kalian masih bisa menemukan rumah adat ini di beberapa daerah di Provinsi Aceh.


Rumah Adat Aceh


Provinsi Nangroe Aceh Darusalam yang beribukota di Kota Banda Aceh. Letaknya berada di ujung Pulau Sumatra. Luasnya kurang lebih sekitar 57.956 km².

Suku bangsa yang terdapat di Provinsi Aceh, diantaranya suku Aceh, Jawa, Gayo, Batak, Alas, Simeuleu, Aneuk Jamee, Melayu Tamiang, Singkil, Minangkabau, dan Tionghoa Aceh.

Rumoh Aceh

Pada umumnya Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dengan tiang-tiang setinggi 2,5 – 3 meter. Di dalamnya terdapat tiga atau lima ruang dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Tempat masuk ke rumah selalu berada di sebelah timur.

Begitu masuk ke rumah kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tradisional Aceh biasanya tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang termasu tamu duduk bersila di atas tikar ngom (sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) dan dilapisi tikar pandan.

Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumah adat Aceh dapat dilihat dari orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat. Bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau bagian belakang yang sakral berada di arah barat.

Arah barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu penggunaan tiang-tiang penyangganya selalu berjumlah genap, ruangan yang berjumlah ganjil, dan juga anak tangga yang berjumlah ganjil.

Dahulu keberadaan Rumoh Aceh atau Krong Bade juga untuk menunjukkan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada krong bade, maka dipastikan penghuninya adalah orang kaya. Bagi keluarga kalangan menengah ke bawah biasanya hiasan rumahnya relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.

Di dalam rumah adat Aceh selalu ada beberapa motif hiasan yang sering dipakai, diantaranya:

1. Motif kaligrafi yang diambil dari ayat-ayat Al Qur’an.

2. Motif flora berbentuk daun, akar, batang, maupun bunga yang biasanya tidak diwarnai. Kalaupun diberi warna biasanya warna merah atau hitam. Biasanya terdapat di bagian tangga, dinding, tulak angen, kindang, serta balok pada bagian jendela rumah.

3. Bentuk fauna, serta motif alam, seperti bulan, bintang, awan dan lain sebagainya.

Ciri Khas Rumah Adat Aceh Krong Bade

Krong Bade merupakan rumah tradisional Aceh yang dibangun menggunakan tali pengikat berupa ijuk, pasak, rotan, kulit pohon waru, papan, enau, kayu, dan bambu. Uniknya rumah ini dibangun tanpa menggunakan paku pada fondasi atau bangunannya.

Krong Bade juga memiliki banyak tiang pada bangunannya. Banyaknya tiang tergantung pada jumlah ruangan di dalamnya. Apabila rumah memiliki 16 tiang biasanya terdiri atas tiga ruangan. Sedangkan rumah dengan 18, 22, atau 24 tiang biasanya terdiri dari lima ruangan. Ada pula rumah yang jumlah tiangnya mencapai 40-80 buah.

Tiang-tiang penopang tersebut diletakkan dalam posisis berjajar sebanyak empat baris. Jarak antar tiang sekitar 2,5 sampai 4 meter, tergantung juga pada luas tanah maupun luas ruangan yang diinginkan. Terdapat tiang khusus di barisan tiang-tiang bangunan rumah, yaitu tameh raja yang diletakkan di bagian utara dan tameh putrou pada bagian selatan.

Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya cukup mudah, tinggal menambah atau menghilangkan tiang yang ada di sisi kiri atau kanan rumah. Bagian ini biasanya disebut seramoe likot atau serambi belakang dan seramoe reunyeun atau serambi bertetangga.

Keunikan lain dari rumah adat Aceh adalah pintu masuk rumah Krong Bade berukuran 120 sampai 150 cm. tujuan dari dibuatnya pintu berukuran itu tidak lain agar orang yang masuk ke rumah menundukkan kepalanya.
Hal tersebut memiliki filosofi bahwa baik orang kaya, miskin, tua, maupun muda dapat menghormati sang pemilik rumah. Masyarakat Aceh memang memiliki ajaran agar setiap manusia tidak boleh menyombongkan diri.

Bagian-bagian Rumoh Aceh

Pada bagian bawah rumah disebut yubmoh yang bisa digunakan untuk menyimpan berbagai macam benda. Sebut saja jeungki (alat penumbuk padi), berandang (tempat menyimpan padi), dan juga bisa digunakan sebagai tempat bermain anak atau mengayun bayi.

Ruangan depan atau serambi depan biasa disebut dengan seramoe keu. Merupakan ruangan polos tanpa kamar yang berfungsi sebagai ruang tamu laki-laki, atau ruang belajar mengaji anak lelaki dan juga tempat tidur mereka saat malam. Disaat-saat tertentu ruang ini berfungsi sebagai tempat jamuan makan bersama, saat acara perkawinan misalnya.

Seuramoe teungoh atau ruang tengah merupakan bagian inti dari Rumoh Aceh dan sedikit lebih tinggi dari seramoe keu. Disebut juga rumoh inong atau rumah induk dan bersifat pribadi. Pada ruangan ini terdapat dua bilik yang saling berhadapan.

Kedua kamar atau bilik tersebut ditempati oleh kepala keluarga tau pemilik rumah sebagai tempat tidur. Apabila ada anak perempuan yang baru menikah, maka ia akan menempati kamar tersebut dan orang tuanya akan pindah ke anjong.

Serambi belakang atau biasa disebut dengan seramoe likoet merupakan ruangan tanpa sekat yang berfungsi sebagai ruang tamu perempuan. Luas dan fungsinya sama dengan seramoe keu hanya saja ruangan ini dikhususkan untuk anak perempuan.

Keunikan lain dari rumah krong bade terletak pada atapnya. Pengikat atau tali ijuk hitam yang digunakan untuk menahan atap diikat tidak bersambung. Ada kegunaan dibaliknya, misalkan suatu saat terjadi kebakaran pada bagian atap, maka cukup memotong satu tali saja. Sehingga seluruh atap rumah yang terhubung pada tali tersebut akan jatuh dan meminimalisir rambatan ke bagian rumah lainnya.

Ringkasan Mengenai Rumah Adat Aceh

Model rumahnya berbentuk rumah panggung. Pintu masuknya setinggi 120-150 cm. ruangan terbagi menjadi seuramoe lokot, seuramoe teungoh, ruma dapu, dan seuramoe keue.

Atapnya dari daun rumbia, lantainya dari kayu enau. Keseluruhan banguanan memakai papan, kayu pohon enau, bambu, rotan, kulit pohon waru, tali ijuk, dan tanpa paku. Tiang penopang berjajar 2,5- 4 m. 16 tiang untuk 3 ruang 18 atau 22 atau 24 tiang untuk 5 ruang. Tiang khusus, yaitu tameh raja di utara dan putrou di selatan.

Bagi masyarakat Aceh membangun rumah berarti membangun sebuah kehidupan. Dikarenakan untuk membangun sebuah rumah harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain harus menunggu pilihan hari baik yang ditentukan oleh Teuku (ulama).

Selain itu juga harus peusijuk dengan nasi ketan, pengadaan kayu pilihan, kanduri, lin, dan sebagainya. Musyawarah dengan keluarga besar serta gotong-royong dalam proses konstruksi rumah merupakan suatu upaya untuk menumbuhkan solidaritas antar sesama dan penghormatan terhadap adat.

Melalui kerjasama dan gotong-royong keharmonisan dapat terjaga, sehingga rumah yang ddibangun diharapkan dapat memberikan keamanan serta kenyamanan jasmani dan rohani. Saat ini keberadaan krong brade memang sudah tergeser dengan rumah modern.

Meskipun begitu bila jalan-jalan ke Aceh, ada beberapa rumah adat Aceh yang bisa ditemui. Salah satunya adalah rumah krong bade milik pahlawan wanita Indonesia, ykni Cut Nyak Dien. Rumah Cut Nyak Dien terletak di daerah Gampong Lampisan, Aceh Besar.

Rumoh aceh yang serupa juga dimiliki oleh pahlawan wanita lainnya, yakni Cut Meutia. Letak rumah tersebut berada di Matangkuli, Aceh Utara. Selain itu masih ada replika rumah adat Aceh yang bisa kita temui di TMII.

Keywords: Rumah Adat Aceh

Originally posted 2020-04-28 20:50:50.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.