Pegadaian Syariah (Hukum, Rukun dan Syarat Ar Rahn)

Pegadaian syariah tentu berbeda dengan pegadaian konvensional pada umumnya.

Proses serta administrasinya diatur sesuai syariah yang tidak memberatkan pelanggan.

Tentunya tidak ada unsur riba didalamnya karena pegadaian syariah biasanya dijalankan sesuai syariat Islam.


Pegadaian Syariah


Jika kita mengetik kata pegadaian syariah pada laman pencarian Google, maka yang muncul di pencarian teratas adalah produk gadai syariah yang dimiliki oleh salah satu BUMN.

Perusahaan milik BUMN tersebut adalah salah satu perusahaan finansial terkemuka di Indonesia yang sudah melayani masalah gadai baik yang konvensional dan syariah.

Kali ini kita bukan akan membahas mengenai perusahaan finansial tersebut melainkan hal gadai dalam Islam.

Lebih tepatnya mengenai pandangan Islam tentang adanya praktek gadai berbasis syariah di Indonesia.

Untuk mengetahui hal itu mari kita pelajari apa itu gadai dan pandangan Islam terhadapnya.

Definisi Gadai

Gadai atau Rahn dalam bahasa Arab berarti tetap dan bersambung (tidak terputus).

Seperti dalam frasa الماءالراهن [apabila airnya tetap (tidak mengalir)] dan نعمة راهنة [nikmat yang tidak putus].

Adapula yang mengatakan arti dari kata rahn memiliki makna al-ihtibas (penahanan) yang diambil dari ucapan mereka rahana asy-syaia (jika ia berlangsung dan tetap).

Ini seperti pada firman Allah Al Muddatsir: 38.

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,

Sebenarnya pengertian tertahan maupun tetap itu sama saja karena tertahan itu juga sama saja dengan tetap berada di tempatnya.

Ibnu Faris mengaatakan bahwa huruf ra (ر), Ha (ه), dan nun (ن) merupakan asal kata yang menunjukkan tetapnya sesuatu yang diambil, baik ddengan hak maupun tidak.

Dari situlah pengertian kata ar-rahn menjadi sesuatu yang digadaikan.

Definisi rahn atau gadai dalam istilah syariat adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan hutang untuk dilunasi dengan jaminan tersebut apabila si peminjam tidak mampu melunasinya.

Makna lain dari rahn adalah harta benda yang dijadikan jaminan hutang untuk dilunasi dari nilai barang jaminan tersebut apabila orang yang berhutang tidak mampu melunasinya.

Bisa juga dikatakan sebagai pemberian harta sebagai jaminan hutang agar digunakan sebagai pelunasan hutang dengan harta atau nilai harta tersebut.

Tentu bila si yang mempunyai hutang atau yang berhutang tidak mampu membayar hutangnya atau melunasinya.


Hukum Ar Rahn


Di dalam syariat Islam berdasarkan Qur’an Sunnah, dan Ijma’ kaum Muslimin, adanya sistem gadai atau hutang piutang menggunakan jaminan harta ini diperbolehkan dan ada hukum syariatnya.

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ.

Artinya: “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tempo dan beliau menggadaikan baju perangnya.”


Rukun dan Syarat Gadai (Ar Rahn)


Rukun Ar Rahn

Para ulama menyebutkan bahwa rukun gadai (ar-rahn) ada empat, yakni:

1. Ar-rahn atau al marhun (barang atau harta yang digadaikan).

2. Al marhun bihi (hhutang).

3. Shighah atau sesuatu yang menjadikan kedua pelaku transakssi dapat mengungkapkan keridhaannya, baik berupa perkataan, seperti ijab qabul atau dapat berupa perbuatan. Termasuk juga disini surat perjanjian atau sejenisnya.

4. Pihak-pihak yang bertransaksi, yakni rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (pemberi pinjaman/ hutang).

Sedangkan mahdzab Hanafiyah menganggap gadai atau ar rahn hanya memiliki satu rukun, yakni shighah karena hakikatnya adalah pada transaksi.

Sedangkan syarat-syarat yang ada dalam ar-rahn, seperti berikut ini:

Syarat ar Rahn

1. Syarat pertama

Syarat pertama berhubungan dengan yang melakukan transaksi, yaitu orang yang menggadaikan harta atau barangnya. Diantara syarat tersebut, ialah baligh, berakal, dan rusyd (kemampuan mengatur).

2. Syarat kedua

Syarat kedua berhubungan dengan al marhun atau barang yang digadai. Ada tiga syarat yang berhubungan dengan ini, yakni:

a. Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya, baik dalam bentuk barang atau nilainya jika si penghutang tidak mampu melunasinya.

b. Barang gadai tersebut merupakan milik orang yang menggadaikannya atau diizinkan kepada dirinya untuk menggadaikan barang tersebut.

c. Lalu terakhir, barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis, dan sifatnya karena ar-rahn merupakan transaksi harta.

3. Terakhir ada syarat yang berhubungan dnegan al marhun bihi atau hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.


Demikian penjelasan kami mengenai Pegadaian Syariah. Semoga bermanfaat.

Originally posted 2022-01-14 09:03:23.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.