Perbedaan Fakir Miskin dalam Islam dan Kedudukannya

Fakir miskin dalam Islam merujuk kepada dua kata yang berbeda, yakni fakir dan miskin.

Mengenai fakir dan miskin adalah kondisi yang berbeda juga disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits.

Kedua kondisi tersebut merupakan golongan yang berhak menerima zakat.


Fakir Miskin Dalam Islam


Dalam Bahasa Arab kata fakir berasal dari kata faqr yang berarti tulang punggung sedang faaqir berarti orang yang patah tulang punggungnya karena berat beban yang dipikulnya.

Sementara kata miskin berasal dari kata sakana yang beearti diam atau tenang.

Miskim merupakan kata jamak dari sakana yang menjadi diam atau tidak bergerak karena lemah fisik atau sikap yang sabar dan qanaah.

Menurut Al Fairuz Abadi, miskin adalah orang yang tidak punya apa-apa atau orang-orang yang sangat butuh pertolongan.

Bisa dikatakan miskin orang yang dihinakan oleh kemiskinan atau lainnya.

Dengan kata lain miskin adalah orang yang hina karena fakir atau orang yang berdiam karena fakir.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata fakir berarti orang yang sangat kekurangan atau orang yang terlalu miskin.

Arti fakir lainnya dalam KBBI adalah orang yang sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin.

Sedangkan kata miskin memiliki arti tidak berharta, serba kekurangan atau berpenghasilan sangat rendah.

Dalil Al Qur’an Tentang Fakir dan Miskin

Di dalam Al Qur’an juga telah disebutkan bahwa fakir dan miskin merupakan dua keadaan yang berbeda.

Keduanya merupakan bagian dari delapan golongan mustahiq atau penerima zakat. Sebagaimana yang tertuang dalam Surah At Taubah ayat 60.

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Latin: Innamaṣ-ṣadaqātu lil-fuqarā`i wal-masākīni wal-‘āmilīna ‘alaihā wal-mu`allafati qulụbuhum wa fir-riqābi wal-gārimīna wa fī sabīlillāhi wabnis-sabīl, farīḍatam minallāh, wallāhu ‘alīmun ḥakīm

Arti: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Kata miskin pada ayat diatas dapat diartikan sebagai orang yang memiliki sesuatu, tapi kurang dari nishab.

Tidak cukup pula harta mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya bantuan.

Para sahabat maupun tabi’in memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menafsirkan lafadz al masakin dalam surah At Taubah ayat 60 diatas.

Ibnu Abbas mengartikan kata masakin sebagai orang yang keluar rumah untuk meminta-minta. Hal serupa juga dikemukakan oleh Mujahid.

Inu Zaid menafsirkan al masakin sebagai orang yang meminta-minta pada orang lain.

Sedangkan menurut Qatadah al masakin adalah orang sehat yang membutuhkan. Pengertian miskin sering disamakan dengan fakir. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda.

Barangsiapa yang memiliki pemasukan dan dapat mencukupinya untuk kebutuhan sehari hari.

Seperti makan, minum, dan tempat tinggal, maka ia tidak termasuk golongan fakir maupun miskin. Mereka juga tidak berhak menerima zakat.

Perbedaan Tentang Pengertian Fakir dan Miskin Menurut Ulama Mahdzab

Para ulama mahdzab mengungkapkan beberapa perbedaan tentang pengertian fakir dan miskin.

1. Mahdzab Hanafi

Saraskhsi yang merupakan ulama mahzab ini mengatakan dalam bukunya, Al Mabsuut bahwa miskin adalah orang yang meminta-minta.

Sebutan miskin juga berlaku bagi orang-orang yang memiliki kecacatan yang apabila tidak meminta-minta, maka orang lain tidak memberinya.

Keadaan miskin lebih sengsara dibanding fakir yang masih memiliki sesuatu meskipun tidak mencukupi kebutuhannya. Orang miskin tidak memiliki suatu apapun.

2. Mahdzab Maliki

Menurut para ulama Maliki, miskin merupakan kondisi seseorang yang tidak memiliki apapun. Pernyataan ini sama dengan ulama Mahzab Hanafi.

Pada pandangan Mahzab Hanafi, ukuran terpenuhinya kebutuhan adalah makanan pokok dan bukan kebutuhan pokok secara umum.

Keadaan Miskin juga bisa disamakan dengan gelandangan yang tidak memiliki makan dan tempat tingal.

Sementara fakir adalah orang yang memiliki harta yang jumlahnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam masa satu tahun.

3. Mahzab Syafi’i dan Hanbali

Menurut kedua mahdzab ini, miskin merupakan orang yang mampu memenuhi kebutuhannya, tapi belum mencukupi.

Mereka bisa memperoleh lebih dari setengah kebutuhannya. Ukuran mencukupi kebutuhan menurut kedua mahzab ini tidaklah tentu.

Di lain hal, fakir adalah orang yang tidak punya harta dan usaha maupun memiliki harta dan usaha, tapi kurang dari setengah kebutuhan hidupnya.

Tidak juga ada orang lain yang berkewajiban menanggung biaya hidupnya.


Demikian penjelasan kami mengenai fakir miskin dalam Islam. Semoga bermanfaat.

Originally posted 2021-08-12 20:14:33.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.