Rumah adat Sulawesi Selatan disebut juga rumah tongkonan. Kata tongkonan berasal dari kata tongkon yang memiliki arti duduk. Tongkonan sangat terkenal bahkan hingga ke manca negara karena keunikan arsitekturnya serta nilai filosofis yang terkandung di dabamnya.
Rumah Adat Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan atau yang biasa disingkat Sulsel Beribu kota di Kota Makasar. Luas wilayahnya sebesar 45.764,53 km² dengan total jumlah penduduk sebanyak 8.771.970 jiwa.
Etnis atau suku bangsa yang mendiami wilayah Sulawesi Selatan ada bermacam-macam. Diantaranya ada suku Bugis, Makassar, Toraja, Luwu, Jawa, Duri, Selayar, Mandar, Tionghoa, Dayak, dan lainnya. Rumah adat Sulawesi Selatan yang paling ikonik adalah tongkonan yang berasal dari Suku Toraja
Tongkonan
Di Sulawesi Barat juga ditemukan rumah tongkonan yang serupa dengan tongkonan Sulawesi Selatan. Meski begitu tongkonan lebih dikenal sebagai rumah adat khas Sulawesi Selatan. Baca juga rumah adat khas Sulbar https://stag.lyricvibe.one/ilmu-sosial/rumah-adat-sulawesi-barat/
Struktur rumah adat Sulawesi Selatan, tongkonan memiliki struktur rumah panggung dengan tiang-tiang penyangga bulat. Tiang-tiang tersebut berjajar menopang tegaknya bagunan secara keseluruhan.
Penopang lantai, dinding, dan rangka atap tersebut tidak ditanam di dalam tanah, tetapi langsung ditumpangkan pada batu besar yang dipahat bentuk persegi. Dinding dan juga lantai rumah tongkonan terbuat dari papan-papan yang disusun sedemikian rupa.
Papan-papan tersebut direkatkan tanpa menggunakan paku. Caranya hanya diikat atau ditumpangkan menggunakan sistem kunci. Meski tanpa dipaku, papan-papan pada bagian dinding serta lantai tetap kokoh dan kuat bertahan hingga puluhan tahun.
Ciri khas dari rumah tongkonan adalah bagian atapnya yang unik. Atap rumah tongkonan menjulang ke atas berbentuk seperti perahu terbalik lengkap dengan buritannya. Ada juga yang berpendapat kalau bentuk atap rumah adat Sulawesi Selatan ini mirip tanduk kerbau.
Ciri khas lainnya adalah di depan rumah tongkonan terdapat hiasan kepala kerbau. Tidak ada unsur logam pada rumah tradisional tongkonan jaman dahulu.
Atapnya sendiri terbuat dari bahan ijuk atau daun rumbia. Namun, saat ini penggunaan seng pada rumah tongkonan lebih sering ditemukan. Warna dasar rumah tongkonan adalah kuning, merah, hitam, dan putih.
Fungsi Tongkonan
Dulunya rumah tongkonan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Selain itu jenis tongkonan pun juga terbagi menjadi tiga macam, yaitu tongkonan layuk (tongkonan pesio’aluk), tongkonan pekaindoran (pekaindoran), dan tongkonan batu a’riri.
Tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan sosial keagamaan adalah tongkonan layuk. Pekaidoran merupakan tongkonan pelaksana yang menjalankan aturan, perintah, dan kekuasaan adat di dalam masing-masing daerah adat yang dikuasainya.
Sedangkan tongkonan batu ariri merupakan tingkatan tongkonan ketiga. Tidak mempunyai kekuasaan adat, tapi berperan sebagai tempat persatuan dan pembinaan keluarga dari turunan yang membangun tongkonan pertama kali.
Ketiga tongkonan tersebut pada prinsipnya mempunyai bentuk yang sama, tapi tetap ada perbedaan terutama dalam hiasannya. Perbedaan hiasan tersebut dipengaruhi oleh peranan dan fungsi masing-masing tongkonan.
Pada tongkonan layuk terdapat hiasan berupa tiang tengah yang disebut Tulak Somba, hiasan kepala kerbau (kabongo), dan hiasan kepala ayam (katik). pekaidoran hanya diperbolehkan memakai hiasan kabongo dan katik. Lain lagi dengan tongkonan ariri yang tidak diperbolehkan memakai ketiga hiasan tersebut.
Bagian-bagian Rumah
Secara umum bagian-bagian rumah tongkonan terbagi menjadi tiga, yakni bagian utara atau tengalok, bagian tengah, dan bagian selatan. Para pemangku adat menekankan bentuk tata ruang yang seharusnya diaplikasikan pada rumah adat Toraja.
Sistem tata ruang dalam bangunan rumah adat tongkonan sangat spesifik. Tiap runag memiliki fungsi masing-masing sesuai dengan pandangan dan keyakinan orang Toraja. Berikut empat macam bentuk tata ruang rumah adat:
1. Sang Lanta atau Banua Sang Borong
Bagian dalam dari bangunan tidak bersekat sehingga hanya membentuk satu ruangan saja. Semua kegiatan dilakukan dalam satu ruangan tersebut. Sebenarnya bangunan ini dibangun untuk keluarga pengabdi dari seorang penguasa adat. Disebut juga barung-barung
2. Duang Lanta
Jenis bangunan ini mempunyai dua ruangan, yakni sumbung dan sali. Sumbung merupakan ruang bagian selatan yang fungsinya sebagai tempat tidur. Sali merupakan ruang bagian utara yang lantainya dibuat lebih rendah 30 – 40 cm dari sumbung.
Meskipun begitu sali lebih luas dan panjang dari sumbung karena ruang ini digunakan untuk memasak makanan dan tempat untuk menyimpan jenazah bila ada yang meninggal dan belum atau sedang dilakukan upacara kematian. Umumnya merupakan rumah keluarga dan bangunannya tidak memiliki peranan adat.
3. Banua Talung Lanta
Talung lanta terdiri dari tiga ruangan yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Ada sumbung, sali, dan tangdo. Untuk sumbung dan sali fungsinya sama seperti pada banua duang lanta, tapi sali letaknya di tengah.
Sementara tangdo berada di utara dan juga ruang paling depan dengan ketinggian lantai yang sama dengan lantai sumbung. Tangdo biasanya digunakan sebagai tempat istirahat pemilik rumah. Terkadang ruangan ini juga difungsikan sebagai tempat melaksanakan upacara pengucapan syukur.
Umunya sistem tata ruang ini digunakan pada tongkonan pekaindoran yang fungsinya sebagai pemerintahan adat Toraja. Meskipun begitu bisa saja digunakan sebagai tongkonan ariri, tergantung pada hiasannya.
4. Banua Patang Lanta
Terakhir ada banua patang lanta, yang masih terbagi lagi ke dalam dua bagian, yakni: Banua Patang Lanta di lalang tedong dan Banua Patang Lanta di salembe.
Di lalang tedong, banua patang lanta terbagi ke dalam empat ruang. Ada inan kabusungan, sumbung, sali tangnga, dan sali iring.
Inan kabusungan merupakan ruang paling selatan yang berfungsi sebagai tempat menyimpan segala pusaka da peralatan adat. Jika ingin membuka ruang ini untuk mengambil benda pusaka harus dengan kurban babi atau ayam.
Kedua dari selatan ada sumbung yang digunakan untuk tempat tidur dari penguasa rumah. Ketiga dari selatan ada sali tangnga yang berukuran agak panjang daripada ruangan lainnya karena berfungsi sebagai pusat kegiatan keluarga. Terakhir ada sali iring yang digunakan untuk menerima tamu atau kamar pembantu.
Begitu juga dengan banua patang lanta di salembe yang juga memiliki empat ruang dengan ketinggian lantai yang berbeda-beda. Paling selatan ada sumbung dengan lantai tertinggi.
Setelah itu ada sali tangnga yang lantainya turun 40 cm dari sumbung. Selanjutnya ada sali iring yang lantainya lebih turun 40 cm, serta palanta atau tangdo yang lantainya sejajar dengan sali tangnga.
Rumah Adat Bala Jambu
Selain rumah tongkonan terdapat rumah adat lain di wilayah Sulawesi selatan, tepatnya di Kabupaten Gowa. Posisi rumah menghadap ke arah timur dengan denah rumah berbentuk persegi. Usia rumah adat ini sudah lebih dari 400 tahun.
Ukurannya sekitar 12,40 m x 10,20 m dengan desai rumah panggung. Sehingga bagian kolong rumah yang dibelakang dijadikan kandang ternak. Di dalam rumah ini teradapat enam ruang dan atapnya bertingkat. Memiliki 13 jendela, satu buah pintu utama dan 4 pintu ruangan.
Lantai rumahnya terbuat dari kayu natop. Dindingnya terbuat dari kayu kurese dengan lima tiang horizontal dan empat tiang vertikal sebagai penopang. Total ada 20 tiang penopang. Langit-langitnya digunakan untuk menyimpan padi dan ada tangga dari kayu nangka.
Keywords: Rumah Adat Sulawesi Selatan
Originally posted 2020-05-10 17:46:22.