Suku Asmat | Kelompok Manusia Titisan Dewa di Tanah Papua

Suku Asmat – Tentu kamu sudah tidak asing lagi dengan etnis yang satu ini, salah satu suku dengan jumlah populasi terbesar di Papua. Sesuai dengan namanya, suku ini tinggal di Kabupaten Asmat, Papua. Hasil karya mereka yang terkenal adalah ukiran kayu tradisional dengan motif yang unik.

Bak sihir, sentuhan tangan orang suku Asmat mampu menyulap kayu yang tadinya tak bernilai menjadi karya seni berharga tinggi. Ukiran serta ornamen-ornamen yang ada pada kayu tersebut bahkan populer hingga ke kancah internasional.

Hasil ukiran kayu suku Asmat ini menjadi salah satu pajangan menarik yang dapat kamu jumpai di De Young Museum, di Golden Park San Fransisco dan di Museum of Natural Art di New York.

Kita sebagai bangsa Indonesia patut bangga memiliki Papua sebagai bagian dari Nusantara.


Asal Usul Nenek Moyang Suku Asmat


pesona.travel

Suku Asmat sangat menghormati leluhur nya, mereka meyakini jika mereka adalah suku titisan dewa di bumi Papua. Sebuah mitologi tentang sejarah lahirnya nenek moyang suku Asmat ini hingga kini masih sangat dihormati dan dijunjung tinggi oleh kaum ini.

Alkisah satu Dewa bernama Fumeriptisy dari dunia gaib turun ke bumi untuk berkelana. Diyakini dunia tersebut berada di seberang laut di belakang ufuk barat tempat matahari terbenam. Sang Dewa melakukan petualangan dari hulu ke wilayah hilir yang kini menjadi tempat tinggal suku Asmat hilir.

Dalam perjalanannya Sang Dewa harus berhadapan dengan seekor buaya raksasa yang menyerangnya. Perahu yang ditumpanginya tenggelam namun ia berhasil membunuh buaya tersebut. Meski memang Sang Dewa terluka parah hingga akhirnya ia hanyut terbawa arus dan terdampar di tepi sungai Asewetsy.

Dewa Fumeriptisy berusaha bertahan di tempat yang sekarang dikenal sebagai desa Syuru tersebut.Ia bertemu dengan seekor burung Flaminggo yang merawatnya hingga pulih dari luka.

Setelah sembuh Sang Dewa memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut dengan mendirikan sebuah rumah ‘yew’ dan mengukir dua buah patung yang sangat indah. Dalam kesehariannya Dewa Fumeriptisy tidak pernah berhenti menari dengan iringan gendering buatannya.

Gerakan tarian Sang Dewa menghasilkan energi yang sangat dahsyat sehingga menghasilkan kekuatan sakti untuk menghidupkan kedua patung yang diukirnya. Kedua patung tersebut ikut menari mengikuti gerakan Sang Dewa. Dipercaya bahwa kedua patung itulah yang menjadi pasangan manusia pertama dari suku Asmat.

Dengan kata lain mereka lah yang diciptakan Dewa Fumeriptisy dan menjadi nenek moyang sekaligus leluhur pertama dari suku Asmat. Mitologi inilah yang hingga kini masih dipegang erat oleh kaum ini sebagai kisah asal-usul nenek moyang mereka.

Adat Istiadat Suku Asmat

Suku Asmat
bangka.tribunnews.com

Adat adalah kebiasaan pola hidup yang sering dilakukan turun temurun sehingga menjadi sebuah tradisi. Dalam hal kepercayaan bangsa Asmat menganut kepercayaan kepada dewa yang turun dari dunia gaib.

Bangsa ini meyakini kekuatan gaib dari arwah nenek moyang dan para leluhur mereka. Ada arwah nenek moyang yang baik disebut ‘Yi-ow’, arwah nenek moyang yang jahat disebut ‘Osbopan’, da nada arwah nenek moyang yang jahat akibat kematiannya yang konyol disebut ‘Dambin-ow’.

Kepercayaan ini biasanya melahirkan bentuk-bentuk ritual yang kita kenal sebagai upacara adat atau keagamaan. Kaum ini meyakini lewat ritual atau upacara tersebut mereka dapat berkomunikasi langsung dengan arwah para leluhur.

Berikut beberapa kondisi yang sudah menjadi tradisi (adat istiadat) bagi suku Asmat untuk mengadakan upacara ritual:

Kehamilan

Meski percaya dengan hal yang berbau mistis, masyarakat suku Asmat sangat menghargai dan menjaga kehamilan seorang wanita. Perlakuan khusus akan selalu dicurahkan kepada seorang wanita yang sedang hamil.

Tujuannya untuk menjaga cikal bakal generasi penerus bangsa Asmat sendiri, sehingga diharapkan pada proses persalinan diberikan kelancaran dan keselamatan.

Kelahiran

Sama dengan suku-suku lainnya yang sudah modern, suku Asmat juga mengadakan syukuran untuk menyambut kehadiran bayi yang baru lahir. Segera setelah proses persalinan akan dilakukan pemotongan tali pusar menggunakan sembilu.

Disini lah letak keunikannya, dimana sembilu yang digunakan terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Sang Ibu diwajibkan memberikan ASI kepada bayinya hingga bayi tersebut berusia 2-3 tahun.

Pernikahan

Sebagai prosesi yang sakral pernikahan hanya boleh dilakukan oleh mereka yang sudah berusia 17 tahun ke atas. Berbeda dengan suku Jawa, dimana prosesi pernikahan biasanya dilakukan di tempat pihak perempuan.

Dalam adat istiadat suku Asmat pernikahan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Salah satu syarat agar seorang lelaki bisa menikahi wanita impiannya adalah lolos uji keberanian.

Uji keberanian tersebut yaitu membeli si wanita menggunakan mas kawin berupa piring antik yang jumlah nilainya disesuaikan dengan penafsiran harga perahu Johnson.

Kematian

Ritual kematian menjadi upacara yang penuh dengan nyanyian daerah berbahasa Asmat. Satu hal yang unik dari prosesi ini adalah adanya adat pemotongan jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.

Jika yang meninggal adalah masyarakat biasa, maka upacara jasadnya dikuburkan seperti biasa. Namun jika yang meninggal adalah kepala suku atau kepala adat, maka jasadnya diawetkan dalam bentuk mumi untuk kemudian dipajang di depan joglo suku Asmat.

Topografi dan Kehidupan Sosial Masyarakat Asmat

metropekanbaru.com

Secara geologi topografi wilayah tempat tinggal suku Asmat merupakan tanah rawa-rawa. Sehingga tidak bisa dimasuki oleh kendaraan berat, seperti sepeda, motor, apalagi mobil. Untuk menuju ke satu kampung ke kampung lainnya biasanya ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan perahu.

Suku Asmat tinggal di sepanjang pesisir pantai laut Arafuru hingga sebagian pegunungan Jayawijaya. Dimana seluruh kabupaten Asmat yang terdiri dari 7 kecamatan semua dikuasai oleh suku ini. Bisa dibayangkan berapa banyak populasi masyarakat Asmat di Papua.

Jarak antar kecamatannya saja tidaklah dekat, dapat memakan waktu 1-2 hari jika ditempuh dengan berjalan kaki. Begitu luas bukan?

Seperti yang sudah dibahas pada artikel sebelumnya, mengenai Suku Papua, suku Asmat sendiri terbagi menjadi dua sub-suku. Yang satu tinggal di pesisir pantai dan satu suku lagi tinggal di di wilayah pedalaman.

Kedua suku ini memiliki dialek bicara yang berbeda, ritual adat, struktur sosial, dan cara hidup. Suku yang tinggal di pesisir pantai terbagi lagi menjadi dua suku kecil, yaitu suku Bisman yang tinggal di antara sungai Sinesty dan sungai Nin, serta suku Simai.

Perbedaan tersebut diakibatkan kondisi wilayah tempat tinggal yang berbeda. Seperti suku Asmat di pesisir pantai memenuhi kebutuhan hidup dengan cara menjadi nelayan. Sedangkan suku di bagian pedalaman kebanyakan hidup sebagai petani dan berburu.

Selain itu pola hidup mereka juga perlahan-lahan mulai bergeser ke arah pola pikir yang terbuka, lebih modern karena pengaruh masyarakat pendatang.

Dari segi karakteristik dan ciri fisik, kedua suku ini memiliki kesamaan. Baik itu dari segi tinggi badan, warna kulit, jenis rambut, dan lainnya sebagainya. Dari sebuah sumber disebutkan jika orang Asmat masih keturunan warga Polynesia.


Kira-kira sampai disini dahulu bahasan mengenai suku Asmat, semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah kecintaan kita semua pada Tanah Papua.

Originally posted 2020-04-23 10:00:44.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.