Niat Puasa dan Penjelasan Tentang Keutamaan Niat

Niat puasa merupakan keinginan di dalam hati untuk melakukan puasa yang ditujukan untuk mendapat ridha Allah subhanahu wa ta’ala.

Secara bahasa niat dalam bahasa Arab sering diartikan sebagai sengaja. Terkadang pengertian niat juga sering merujuk kepada sesuatu yang dimaksudkan atau disengaja.


Penjelasan Tentang Niat


Lebih jelasnya An Niyyat secara bahasa artinya adalah al qashdul, yaitu maksud dan al iradah, yaitu keinginan. Dengan kata lain niat merupakan qashdul qulub wa iraadatuhu atau maksud dan keinginan hati.

Syekh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di mengungkapkan bahwa niat adalah maksud dalam beramal untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha, serta pahala dariNya.

Sebenarnya tidak ada definisi khusus mengenai niat karena itu banyak ulama mengartikan makna niat secara berbeda-beda.

Misalnya saja An Nawawi, yang mengatakan niat adalah bermaksud untuk melakukan sesuatu dan bertekad bulat untuk mengerjakannya.

Pengertian Niat

Al khatabi mengatakan bahwa niat adalah bermaksud untuk mengerjakan sesuatu dengan hati dan menjatuhkan pilihan untuk mengerjakan hal tersebut.

Sedangkan Dr. Umar Al Asyqar mendefinisikan niat dengan maksud tekad yang bulat. Definisi tersebut mengacu pada makna kata niat dalam Bahasa Arab. Tak sedikit pula ulama yang mendefinisikan niat dengan ikhlas.

Amalan ibadah tidaklah akan diterima kecuali jika terkumpul dua syarat, yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berkaitan dengan amalan hati yang berupa niat sedangkan ittiba’ berkaitan dengan amalan dzahir seseorang.

Apakah ibadahnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau tidak. Bisa diartikan juga kalau niat ikhlas merupakan tolak ukur hati dan ittiba’ tolak ukur ibadah dzahir.

Dua Makna Niat

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz menjelaskan bahwa makna dari niat dalam istilah yang kerap digunakan para ulama ada dua macam:

Pertama,

Niat yang terkait dengan ibadah. Istilah inilah yang dimaksud oleh para ahli fiqih dalam berbagai hukum ketika merujuk pada kata niat.

Contohnya saja, syarat yang pertama adalah niat, yang mereka maksud dalam konteks ini adalah ibadah.

Jadi, niat membedakan antara mana shalat wajib mana shalat sunnah, mana puasa wajib dan mana puasa sunnah.

Kedua,

Niat yang terkait dengan kepada siapa ibadah ditujukan. Pengertian yang ini sering dikaitkan dengan ikhlas.

Berkatian dengan kedua definisi para ulama tersebut kita bisa melihat juga fungsi dari niat itu sendiri.

1. Membedakan antara saru ibadah dengan ibadah lainnya atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.

2. Membedakan tujuan seseorang dalam melaksanakan ibadah. Apakah seseorang beribadah karena mengharap ridha Allah atau beribadah karena tujuan lain selain ridha-Nya.

3. Benarnya niat menunjukkan keikhlasan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

4. Benarnya niat merupakan sebab mendapatkan pahala karena niat merupakan syarat sebuah amal berbuah pahala.

Amalan mubah jika dilakukan dengan niat yang benar dan susuai tuntunan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan bernilai pahala. Misal saja makan, minum, dan sebagainya .

Semua amalan baik itu amalan baik maupun amalan buruk pasti diiringi dengan niat sebelumnya.

Apabila seseorang berniat melakukan amalan yang hukum asalnya mubah dengan niat yang baik, maka dia akan mendapat pahala dari niatnya tersebut.

Jika ia berniat dengan maksud yang buruk atau jahat, maka ia juga akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.


Bacaan Niat Puasa


Sebelum membahas niat puasa akan lebih baik jika kita menilik sedikit apa itu rukun puasa. Rukun puasa terdiri dari dua hal, yaitu niat dan menahan diri dari berbagai hal yang membatalkan puasa.

Lalu apa saja hal yang membatalkan puasa itu?

1. Makan dan minum

2. Berhubungan suami istri (jima’)

3. Muntah dengan sengaja

4. Keluar air mani

5. Haid atau nifas

6. Pengobatan melalui dua lubang tubuh

7. Gila

8. Murtad

Sekarang kita masuk ke niat puasa, dalam berpuasa Ramadhan ada pembagian niat. Puasa Ramadhan kita barulah dianggap jika memenuhi tiga macam niat:

1. At Tabyiit

Berniat dilakukan di malam hari atau sebelum subuh. Jika puasa wajib baru dimulai setelah terbit fajar, maka puasanya dianggap tidak sah.

Dari Hafshah radhiyallahu ‘anha bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Artinya: “Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum subuh, maka tidak ada puasa untuknya.” [HR An Nasai, Ibnu Majah, dan Abu Daud. Abu Thahir mengatakan sanad hadits ini dhaif, tapi Al Albani menshahihkan hadits ini]

Sedangkan untuk puasa sunnah boleh berniat di pahi hari asalkan sebelum masuk waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Dalil yang menguatkan adalah:

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ عَلَىَّ قَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ طَعَامٌ ». فَإِذَا قُلْنَا لاَ قَالَ « إِنِّى صَائِمٌ »

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menemuiku lalu berkata, ‘ Apakah kalian memiliki makanan?’ jika kami menjawab tidak maka beliau berkata, ‘ Kalau begitu aku puasa’.” [HR Muslim dan Abu Daud]

2. Ta’yiin

Ta’yiin atau menegaskan niat, yang dimaksud disini adalah niat puasa yang akan dilakukan harus tegas apakah puasa wajib atau sunnah.

Seperti contohnya, saat akan membayar hutang puasa diluar bulan ramadhan dan pas dihari senin atau kamis.

Kita harus tegas puasa yang dilakukan apakah puasa qada atau puasa sunnah senin-kamis.

3. AtTikraar

Tikraar, yaitu niat haruslah berulang setiap malamnya. Berhubung puasa Ramadhan dilakukan selama sebulan penuh, jadi setiap malam kita diharuskan berniat.

Tidak cukup berniat satu kali untuk seluruh hari dalam satu bulan karena setiap hari di Bulan Ramadhan berdiri sendiri. sehingga perlu ada niat setiap harinya.


Niat dalam Hati


Letak niat itu ada di dalam hati. Kalau ada yang bertanya bagaimana niat puasa, maka berniat dalam hati sudahlah cukup.

Jadi, jika hati sudah berkehendak akan menjalankan puasa keesokan harinya maka sudah disebut berniat tanpa melafazkan bacaan niat.

Adapun melafalkan niat puasa dengan memakai ‘nawaitu shouma ghadin … dan seterusnya, tidak ada dalil shahih yang menguatkan.

Masalah tersebut tidak dibahas dalam kitab shahih maupun kitab sunnah. Dengan kata lain Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa niat tidak perlu dilafalkan. Pendapat ini diperkuat dengan hadits dari Aisyah yang kemudian dijadikan acuan oleh Imam Syafii dan dicatat oleh Imam Muslim.

Sedangkan pendapat kedua memperbolehkan adanya pelafalan niat dalam melaksanakan ibadah termasuk shalat dan puasa.

Alasan untuk pendapat yang kedua ini adalah pengucapan niat ddengan lisan untuk membantu kemantapan hati.

Menurut pendapat kedua niat memiliki tiga aspek:

1. Diyakini dalam hati
2. Diucapkan dengan lisan, dan
3. Dilakukan dengan amal perbuatan.

Bagi para ulama yang mendukung pendapat ini, niat akan lebih kuat apabila ketiga aspek diatas dilakukan semuanya.

Itulah sedikit penjelasan mengenai niat. Baik niat untuk berpuasa atau niat untuk ibadah lain secara keseluruhan. Semoga informasi diatas bisa menjadikan kita lebih taat lagi kepeda Allah ta’ala.

Originally posted 2021-08-05 09:43:54.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.