Kerajaan Bali merupakan salah satu kerajaan kuno yang pernah ada di Indonesia. Seperti namanya kerajaan ini berpusat di Pulau Dewata, Bali dan merupakan kerajaan yang bernafas Budha-Hindu. Beberapa derah di Bali menjadi saksi sejarah sebagai pusat kerajaan Bali kuno di zaman dahulu.
Kerajaan Bali
Sebelum direbut oleh Kerajaan Majapahit, Kerajaan Bali kuno berpusat di Pejeng – Bedulu. Pada era kerajaan Bali kuno desa Pejeng – Bedulu merupakan satu kesatuan wilayah territorial. Sayangnya, saat ini kedua wilayah desa tersebut secara administratif atau kedinasan telah terpisah.
Desa Pejeng berada di Kecamatan Tampaksiring sedangkan Desa Bedulu berada di Kecamatan Blahbatuh. Meskipun keduanya terpisah secara administratif atau kedinasan, tapi keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dari sisi keagamaan apalagi keduanya masuk dalam wilayah Kabupaten Gianyar.
Hubungan yang dimiliki keduanya hingga saat ini tampak saat adanya upacara keagamaan, baik itu di Pura Penataran Sasih Pejeng maupun di Pura Samuan Tiga Bedulu. Dewa pemujaan pada kedua tempat suci itu saling ‘kunjung – mengunjungi’. Tentunya dengan diusung oleh masyarakat pemuja (panyungsung) dari masing-masing pura.
Aspek lain yang menghubungkan kedua desa yang bertetangga ini adalah warisan budayanya. Baik yang berasal dari zaman Hindu juga yang berasal dari zaman praHindu. Tidak kurang dari 70-an pura dengan warisan budaya masing-masing yang tersimpan didalamnya.
Berdasarkan sumber prsasti yang ditemukan, pengaruh Agama Budha terlebih dulu masuk ke Bali daripada agama Hindu. Sumber data tersebut berupa stupika-stupika tanah liat yang didalamnya terdapat mantra-mantra Budha tipe ye te mantra. Ini sezaman dengan keberadaan Candi Kalasan di Jawa Tengah yang berasal dari Abad ke 8 Masehi.
Masuknya Hindu Ke Bali
Satu abad setelah masuknya Agama Budha barulah masuk pengaruh Agama Hindu ke Wilayah Bali. Keterangan ini tercatat pada prasasti Sukawana dan Kintamani Bangli dari tahun 804 S atau 882 Masehi. di dalam prasasti tersebut disebutkan nama-nama tokoh Agama Hindu, seperti Siwa, Kangsita, SIwa Nirmala, dan Siwa Pradnya. Meskipun begitu di dalam kedua prasasti tersebut tidak ditemukan nama Raja-raja Bali.
Namun, ada beberapa prasasti lain yang menyebutkan soal raja-raja yang pernah menguasai wilayah Bali. Diantara prasasti-prasasti tersebut salah satunya adalah prasasti Blanjong tahun 835 Saka atau 913 Masehi. dalam prasasti tersebut jelas disebutkan nama Raja Adipati Sri Kesari Warmadewa dengan wilayah kekuasaan Singhadwala.
Dari prasasti Blanjong kita juga dapat mengetahui bahwa raja Kesari Warmadewa berhasil mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan di Swal. Tidak diketahui secara pasti dimana gurun dan swal yang dimaksud. Semua prasasti yang memuat nama raja-raja Bali pada awalnya menggunakan Bahasa Bali Kuno. Baru pada raja keenam bahasa Jawa Kuno dipergunakan.
Raja-raja Kerajaan Bali
Berdasarkan beberapa prasasti yang telah ditemukan, dapat dirangkum urutan raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Bali kuno. Berikut ini nama Raja-raja Kerajaan Bali kuno:
1. Sri Kesari Warmadewa (835 Saka)
2. Sang Ratu Sri Ugrasena
3. Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa dan Sang Ratu Sri Subhadrika Dharmadewi (877 – 889 S)
4. Jayasingha Warmadewa (882 Saka)
5. Janasadhu Warmadewa (897 Saka)
6. Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi (905 Saka)
7. Gunapriya Dharmapatni dan Dharma Udayana Warmaadewa
8. Sri Sang Ajnadewi (938 Saka)
9. Marakata (944 – 948 Saka)
10. Anak Wungsu (971 – 999 Saka)
11. Raja Maharaja Sri Walaprabhu (1001 – 1010 Saka)
12. Sakalindu Kirana (1010 – 1023 Saka)
13. Raja Sri Maharaja Sri Suradhipa (1037 – 1041 Saka)
14. Baginda Sri Maharaja Sri Jayasakti (1053 – 1072 Saka)
15. Cri Maharaja Cri Ragajaya (1077 Saka)
16. Maharaja Haji Jaypangus (1099 – 1103 Saka)
17. Maharaja Haji Ekajaya Lancana dan Sri Maharaja Sri Aryajarya deng Jaya (1122 Saka)
18. Batara Guru I atau Sri Adikuntiketana
19. Bhatara Parameswara Sri Hyang ning Hyang Adidewalancana (1182 Saka)
20. Batara Sri Mahaguru atau Batara Guru II (1246 – 1250 Saka)
21. Bhatara Sri Astasura Ratna Bumi Banten (1259 Saka)