Arti Ghibah – Hal yang menyenangkan hati banyak sekali, salah satunya ghibah. Eitss! Tapi memiliki efek samping yang fatal loh, yaitu dosa besar. Na’udzubillah.
Membicarakan urusan orang lain sudah menjadi penyakit menular di tengah masyarakat.
Ibarat sebuah pandemi, penyakit ini bisa menerpa siapa saja tanpa pandang bulu. Namun, jika kita teguh pada iman dan takut kepada Allah tentu saja kita tak gampang tertular ghibah.
Ghibah termasuk ke dalam perbuatan yang dilarang dan tergolong ke dalam salah satu dosa besar.
Di dalam Al-Qur’an Allah dengan jelas mengharamkan umat muslim untuk membicarakan keburukan orang lain.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Termasuk ke dalam dosa besar karena kita telah zalim dalam kaitannya dengan hak sesama manusia.
Oleh karena itu Allah mengumpamakan ghibah dengan memakan daging saudara sendiri.
Sangat menjijikkan bukan?
Penjelasan Arti Ghibah
Menurut KBBI arti ghibah adalah membicarakan keburukan (aib) orang lain. Secara bahasa ghibah artinya menggunjing.
Sedangkan menurut istilah ghibah adalah membicarakan kekurangan orang lain yang tidak ada di tempat dengan maksud mencari kesalahannya baik secara agama dan lainnya.
Dr. Yusuf Al-Qardawi, seorang cendikiawan muslim, menyumbangkan pendapat tentang arti ghibah.
Yaitu sebuah keinginan untuk menodai harga diri , kehormatan, dan kemuliaan orang lain. Sementara yang bersangkutan tidak ada disaat pembicaraan.
Bahasa kerennya ghibah adalah menusuk dari belakang, dan biasanya yang dikhianati ini adalah mereka-mereka yang tidak berdaya.
Sehingga mudah untuk memancing orang lain agar ikut membenci orang tersebut secara berjamaah.
Padahal orang yang kita bicarakan tidak suka jika permasalahan hidup atau aibnya dibeberkan.
Saat itulah dosa besar melekat pada mereka yang menggunjingkan dan membeberkan hal yang harusnya mereka tutupi.
Ganjaran Dosa Ghibah
Ghibah bermula dari prasangka-prasangka yang akhirnya berujung pada menjelek-jelakkan. Kenapa ghibah digolongkan ke dalam dosa besar?
Jika kita tilik dari asal muasalnya, yaitu berupa prasangka kemudian menggunjingkan, sehingga menyebabkan nama orang yang digunjingkan tercoreng di mata yang lainnya.
Tak hanya itu, tidak ada orang yang mau aibnya diungkapkan ke tengah khalayak ramai. Apalagi menambah-nambahkan kebohongan di dalamnya.
Misalnya saja kenyataan yang ada tentang si Fulan hanya sebatas A namun kita menambahkannya hingga menjadi E.
Perbuatan tersebut akan sangat merugikan orang yang bersangkutan. Merugikan orang lain yang tak pernah berbuat salah kepada kita sama saja dengan berbuat zalim kapadanya.
Merampas haknya untuk hidup dengan baik-baik saja. Efek dari ghibah sangatlah banyak, hingga bisa mengucilkan seseorang dari komunitasnya.
Apalagi di zaman teknologi yang sudah serba canggih ini. Untuk berghibah tidak perlu harus mengadakan pertemuan, bisa dilakukan lewat ponsel pintar di aplikasi grup chat bersama.
Hal-hal tersebut sudah bisa menjelaskan kenapa ghibah diharamkan oleh Allah SWT, sebab merugikan orang lain.
Lebih baik saat orang tersebut tak ada bicarakan saja kebaikan tentangnya, hal itu lebih baik untuk kemaslahatan diri sendiri dan orang banyak tentunya.
Bahaya Ghibah dalam Pandangan Islam
الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا . قِيلَ: وَكَيْفَ؟ قَالَ: الرَّجُلُ يَزْنِي ثُمَّ يَتُوبُ، فَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَإِنَّ صَاحِبَ الْغِيبَةِ لَا يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ لَهُ صَاحِبُهُ
Artinya: “’Ghibah itu lebih berat dari zina.’” Seorang sahabat bertanya, ‘Bagaimana bisa?’ Rasulullah SAW menjelaskan, ‘Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahinya,’” (HR At-Thabrani).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ghibah dosa sebanding dengan zina, pembunuhan, dan dosa-dosa besar lainnya.
Menggunjingkan orang lebih bahaya dalam pandangan agama dibandingkan penyakit yang mematikan, karena dapat merusak keimanan seseorang.
Selain itu ghibah berdampak fatal, karena mendapatkan murka dari Allah SWT. Kenapa Allah murka?
Karena kita telah menghina dan merendahkan makhluk ciptaan-Nya. Dimana jika Allah sudah murka maka balasannya adalah siksa neraka. Na’udzubillah.
Disaat Allah murka pada seorang hamba, maka disaat itulah syaithan mudah mendekati dan menggodanya.
Ia mudah terjerumus pada lubang kesesatan karena hatinya sudah tertutup dari hidayah Allah.
Hingga akhirnya ghibah akan mengantarkan seseorang kepada jalan kesesatan yang semakin jauh dari agama.
Allah membuat hatinya seperti batu, tak bisa diberi peringatan oleh siapapun apalagi bertaubat.
Ia seringkali memicu pertikaian antar sesama, merasa selalu benar di atas segalanya.
Pada akhirnya hubungan nya dengan semua orang menjadi tidak baik,kecuali dengan mereka yang sama-sama terjerumus pada lubang kesesatan juga.
Cara Bertobat dari Ghibah
Demi menyempurnakan taubat kita dari perbuatan ghibah, maka hal utama yang perlu dilakukan adalah meminta maaf kepada orang yang dighibahksn.
Pasti akan terasa sulit, namun jika ada peluang dan bertemu dengan orang tersebut, lakukanlah.
Setelah meminta maaf secara langsung, tugas kita berikutnya adalah mendoakannya.
Namun jika untuk meminta maaf secara langsung dikira sulit, lebih seringlah dalam mendoakan orang tersebut khususnya memohonkan ampun baginya.
Sungguh Allah Maha Penyayang bukan? Dia tidak mempersulit hamba-Nya yang ingin bertaubat. Namun taubat dalam artian benar-benar tidak akan pernah mengulanginya lagi (taubatan nasuha).
Sebagai gantinya, setiap ada perkumpulan maka sebarkanlah kebaikan orang yang sudah pernah kita ghibahi.
Cara ini juga efektif dalam menghapuskan dosa ghibah yang sudah terlanjur dilakukan.
Perbanyak sedekah, puasa sunnah, jalin lebih banyak silaturrahmi dengan orang-orang sholeh/ah, semoga perlahan-lahan bisa menambal amal-amal buruk yang telah kita perbuat selama ini.
Ghibah yang Dibolehkan
Dalam beberapa kasus, ghibah diperbolehkan jika terdapat tujuan dan alasan yang jelas.
Misal untuk meluruskan sebuah permasalahan yang menurut aturan agama harus ditindaklanjuti.
Berikut enam keadaan yang memperbolehkan ghibah (menyebutkan aib orang lain) menurut Imam Nawawi:
Baca juga : Doa Kafarah Ghibah
1. Mengadukan kezaliman
Maksudnya mengadu disini ialah kepada pihak yang berwenang, seperti penguasa atau polisi.
Hal ini berlaku jika memang kita merasa telah dizalimi oleh pihak tertentu, semisal melaporkan bahwa “si fulan baru saja mencuri harta saya”.
2. Mengubah kemungkaran
Ghibah dapat dijadikan sebagai jalan agar sebuah perbuatan mungkar dapat dihilangkan dari seseorang.
Misal ada orang yang suka berzina di sebuah perkampungan dan diketahui oleh warga.
Namun warga tidak mau bertindak sewenang-wenang sehingga mengajukan pengaduan kepada yang berwenang.
Warga meminta tolong kepada kepala desa dan pemuka agama untuk memberikan sanksi dan ganjaran yang tepat kepada kedua orang tersebut.
Agar tukang maksiat di desa itu dapat insyaf dan meninggalkan perbuatan kejinya.
3. Meminta fatwa kepada seorang mufti
Ada kalanya kita membutuhkan nasihat dari alim ulama (mufti) terkait penyelesaian suatu masalah menurut hukum agama.
Karena pada akhirnya keterbatasan ilmu jualah yang membuat kita membutuhkan fatwa dari orang-orang yang berilmu.
4. Untuk memberi peringatan
Dalam hal ini peringatan kepada sesama kaum muslimin akan adanya suatu berita buruk atau kejelekan.
Misal kabar mengenai seorang pemimpin yang tak adil dalam tugasnya, atau perkara mengenai ketidak jujuran dalam hal muamalah.
5. Membicarakan orang yang bermaksiat
Hampir sama dengan keadaan nomor dua, namun dalam hal ini bukan mengadukan kepada pihak berwenang.
Melainkan memberikan peringatan kepada mereka yang ditakutkan dapat terjerumus ke lubang yang sama.
Tujuannya membicarakan disini agar yang bersangkutan tidak ikut mengindahkan ajakan si Fulan untuk bermaksiat.
6. Menyebut orang lain dengan julukan
Misalnya menyebut nama orang lain dengan julukan si pirang atau si hitam saat menanyakan keadaannya.
Hal ini dibenarkan jika orang yang bersangkutan sudah ma’ruf dengan julukan tersebut.
Artinya yang bersangkutan tidak keberatan dengan julukan tersebut. Namun tetap saja jika ada panggilan yang lebih bagus dianjurkan untuk memberikan julukan yang lebih baik.
Jika disimpulkan arti ghibah yang dibolehkan menurut Imam Nawawi di atas adalah membicarakan orang lain jika ada maslahat.
Apalagi jika berkaitan dengan keamanan umat dan kepentingan agama. Sehingga jika bisa, tetap saja ghibah harus dijauhi layaknya penyakit menular.
Untuk itu jauhilah ghibah, sebelum kita benar-benar terbawa arus terlalu jauh. Hindarkan berkumpul di tempat yang tidak ada faedahnya.
Seringlah mengunjungi majlis-majlis ilmu, agar menjadi bekal untuk bertemu Allah dan Rasul-Nya di akhirat nanti.
Demikian penjelasan kami mengenai Arti Ghibah. Semoga bermanfaat.
Originally posted 2021-08-09 10:17:45.