Suku Batak merupakan suku terbanyak ketiga di Indonesia setelah suku Jawa dan suku Sunda. Sekitar 3,58% penduduk Indonesia terdiri dari suku Batak, kurang lebih sebanyak 8,4 juta jiwa. Sejatinya suku ini berasal dari wilayah Sumatera Utara, provinsi yang terletak di ujung Sumatera di bawah Provinsi Aceh.
Namun kini orang Batak telah menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Kita dengan mudah dapa menemukan orang Batak dimana saja, terutama di Pulau Jawa. Ciri khas orang Batak adalah nada bicaranya yang keras dan tegas.
Salah satu tradisi yang terkenal di Batak adalah kebiasaan matrombo, merupakan menyambung tali persaudaraan dengan marga yang sama. Sehingga sistem kekerabatan suku Batak sangat erat, bahkan dapat dikatakan paling kental dibanding suku-suku lain yang ada di Indonesia.
Baca juga: Suku Papua
Sejarah Suku Batak
Secara umum suku Batak terbentuk dari perkumpulan berbagai suku di Sumatera Utara, yaitu Mandailing, Toba, Pakpak, Karo, Simalunguan, dan Angkola. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Prof. Bungaran Antonius Simanjuntak, nenek moyang bangsa Batak berasal dari keturunan suku Mansyuria.
Sebuah suku yang hidup di daerah utara dataran Tibet dari ras Mongolia. Prof. Bungaran mengumpulkan sejumlah fakta mulai dataran pegunungan di utara Tibet, Khmer Kamboja di Thailand, hingga ke Tanah Gayo di Takengon Aceh.
Hal ini didasarkan pada latar belakang banyaknya teori yang mengatakan bahwa suku Batak berasal dari Thailand yang dibawa ke Sumatera Utara oleh Raja Batak. Dalam sebuah buku Sumatra karya Edwin M. Loeb, disebutkan bahwa penjelajahan tanah Batak sesungguhnya baru dimulai pada tahun 1823.
Kembali pada teori Prof. Bungaran, seorang Guru Besar Sosiologi-Antropologi Universitas Negeri Medan. Nenek moyang orang Batak tak sengaja menemukan Danau Toba karena melakukan migrasi bersama sukunya. Mereka diusir oleh suku Barbar Tartar dari utara leluhurnya hingga pindah ke Pegunungan Tibet.
Namun ada pula sumber yang menyebutkan bahwa Danau Toba pertama kali ditemukan oleh Van der Tuurk pada tahun 1853. Versi lain menyebutkan jika suku Batak berasal dari India, dibawa oleh para saudagar yang masuk lewat wilayah Barus di Tapanuli Tengah pada abad ke-6.
Disebut Barus karena para saudagar tersebut datang membawa barang dagangan berupa kapur. Hingga saat itu kapur barus asal batak menjadi komoditi ekspor tertinggi selain kemenyan.
Sampai saat ini belum diketahui asal-usul yang jelas tentang nenek moyang orang Batak. Sebuah perkiraan mengatakan jika nenek mayang suku Batak berasal dari zaman logam. Karena hingga kini artefak neolitikum tentang keberadaan nenek moyang suku ini juga belum ditemukan.
Leluhur Batak Berasal Dari Minangkabau
Asumsi ini muncul akibat adanya serangan pasukan Minangkabau yang datang ke Tapanuli Tengah untuk berebut perdagangan kapur barus pada abad ke-14. Serangan ini dimulai sejak abad ke-10 oleh Kerajaan Sriwijaya.
Setelah para saudagar Tamil terusir, perdagangan kapur barus mulai dikuasai pedagang Minangkabau dengan mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara.
Dalam sejarahnya pedagang Minangkabau sekaligus menyebarkan Isam di daerah Batak bagian selatan. Islamisasi ini dilakukan dengan cara menikahi para perempuan dari masyarakat Batak. Puncak Islamisasi di Batak terjadi pada masa Perang Padri di awal abad ke-19.
Pasukan Minangkabau melakukan Islamisasi secara besar-besaran, khususnya atas Batak Mandailing dan Batak Angkola. Sedangkan masyarakat Batak di wilayah Toba tidak berhasil diislamkan, dan hingga kini kebanyakan menganut agama Kristen Protestan.
Leluhur bangsa Batak berasal dari Minangkabau juga diperkuat hasil penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting.
Menurut Pustaka Kembaren, terbentuknya masyarakat Batak tersusun dari berbagai macam marga. Salah satunya marga Kembaren yang berasal dari daerah Pagaruyung, Minangkabau.
Banyak versi tentang sejarah dan asal-usul bangsa Batak. Ada yang menyebutkan nenek moyang orang Batak berasal dari Thailand, keturunan bangsa Proto Malayan, suku bangsa yang tinggal di perbatasan Burma dan Thailand.
Nilai Budaya Orang Batak
Hingga kini pernyataan mengenai asal-usul suku Batak masih terus menjadi perdebatan di meja diskusi. Keberagaman sub suku yang ada di Batak pun tidak lantas merenggangkan rasa persatuan yang ada antar sesama Batak.
Justru sebaliknya suku yang terdiri dari 6 sub-suku ini terkenal dengan persaudaraan yang kental. Dalam pembagiannya ada suku Batak Angkola, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak Dairi, Batak Simalungun, dan Batak Toba.
Unsur budaya yang kental dari suku Batak adalah rumah adat dengan arsitektur yang unik disertai hiasan bermotif. Jika diperhatikan secara seksama, motif tersebut dituangkan sebagai bentuk hiasan kain ulos.
Sebuah kain hasil tenunan yang menjadi ciri khas budaya Batak. Baik budaya perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, kesenian daerah, penyambutan tamu, hingga kain ulos ini juga digunakan untuk upacara kematian.
Pada prinsipnya setiap suku pasti memiliki ciri khas nilai-nilai kebudayaannya masing-masing. Nilai budaya ini berfungsi sebagai pedoman dan falsafah hidup bersosial. Berikut nilai-nilai buaya yang terdapat pada suku Batak:
- Hagabeon, merupakan harapan agar memiliki anak dan cucu yang baik sebagai penerus marga dan simbol keberhasilan dalam pernikahan.
- Hamoraan, artinya secara bahasa adalah kehormatan. Yaitu keseimbangan antara nilai materiil (kekayaan) dengan sikap baik hati dan nilai spiritual yang tinggi.
- Uhum dan Ugari, memiliki makna hukum. Artinya orang Batak dianggap sempurna kebaikannya apabila mampu menghormati uhum (hukum) dan ugari (kebiasaan) serta tak pernah ingkar janji.
- Pengayoman, suku Batak menganut prinsip Dalihan Na Tolu. Merupakan prinsip saling mengayomi antar sesama agar tak mudah meminta belas kasihan orang lain.
- Marsisarian, yaitu prinsip saling menghargai antar sesama manusia agar tidak terjadinya konflik.
- Kekerabatan, nilai ini terwujud dalam prinsip matrombo yang selama ini dipegang orang Batak. Dimana para suku perantau akan mencari-cari hubungan pertalian dengan sesama marganya saat berada jauh di luar Tanah Batak.
Adat dan Budaya Suku Batak
Dalihan Na Tolu
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa budaya ini menjadi landasan prinsip nilai pengayoman pada suku Batak. Secara bahasa “Dalihan” berarti tungku yang terbuat dari batu, jika dirangkaikan maka Dalihan Na Tolu berarti tungku yang diletakkan di atas tiga batu.
Falsafah peletakan tungku harus seimbang dengan jarak dan tinggi yang sama antara setiap batu penopang tungku. Artinya dalam kehidupan masyarakat harus memegang tiga prinsip kekerabatan yaitu somba marhulahula, elek marboru, dan manat mardongan.
Mangulosi
Budaya suku Batak berikutnya adalah mangulos, artinya memberikan kain ulos sebagai lambang kehangatan bagi penerimanya. Contoh orang tua mengulosi anak di hari pernikahannya. Pada prinsipya mangulosi hanya dapat dilakukan oleh orang yang dituakan.
Artinya seorang anak tidak bisa mangulosi orang tuanya. Dari falsafah ini dapat kita simpulkan bahwa tradisi mangulosi mengandung makna mengayomi dari orang yang dituakan kepada yang lebih muda.
Manortor dan Magondang
Sesuai dengan namanya matortor adalah perayaan sebuah acara dengan menyajikan tarian tor-tor yang diiringi musik gondang (magondang). Seperti yang kita ketahui tari tor-tor sangat erat kaitannya dengan upacara adat, upacara ritual keagamaan, maupun digunakan sebagai hiburan.
Pertunjukan tor-tor di lingkungan masyarakat Batak biasa disebut dengan istilah Pesta Horja. Dalam pelaksanaan Pesta Horja terdapat beberapa bagian yang disesuaikan dengan upacara adat yang akan dilaksanakan.
Adapun bagian-bagian Pesta Horja tersebut adalah upacara adat pernikahan, upacara adat kematian dan upacara adat penyembahan Leluhur yang sudah meninggal. Konsep yang ditampilkan pada tari tor-tor juga berbeda-beda, yakni disesuaikan dengan upacara yang sedang dilakukan.
Originally posted 2020-04-22 10:00:57.