Yang Tidak Mengikuti Aturan Bahasa dalam Karya Ilmiah

Ada sebuah ungkapan populer di dunia akademik yang mengatakan bahwa dalam menulis karya ilmiah, kita harus mengikuti kaidah kebahasaan yang baku dan sesuai dengan aturan tata bahasa yang berlaku. Namun, ada juga pandangan yang berbeda yang meyakini bahwa karya ilmiah tidak selalu harus dibatasi oleh aturan tata bahasa yang kaku. Pandangan ini dikenal dengan istilah “yang bukan kaidah kebahasaan karya ilmiah”, di mana penulis diberikan kebebasan untuk mengekspresikan ide dan gagasan mereka dengan cara yang lebih santai dan tidak terlalu kaku. Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang konsep ini dan bagaimana pengaruhnya pada dunia akademik.

1. Yang Bukan Kaidah Kebahasaan Karya Ilmiah Yaitu Keliru Penggunaan Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk merupakan penggabungan dua atau lebih kalimat yang dihubungkan dengan kata penghubung seperti dan, atau, sehingga, namun, serta, dan lain-lain. Penggunaan kalimat majemuk dalam karya ilmiah harus dihindari. Sebab, kalimat majemuk biasanya menjadi sulit dipahami dan bahkan membingungkan bagi pembaca.

Contoh salah satu kalimat majemuk yang salah penggunaannya dalam karya ilmiah adalah, “Peneliti melakukan pengujian terhadap sampel ikan dan sampel udang yang baru didatangkan dari perairan laut Selatan”. Kalimat tersebut mengandung dua kalimat yang seharusnya dipisahkan menjadi kalimat tersendiri.

Sebagai gantinya, gunakanlah kalimat tunggal yang lebih mudah dipahami. Misalnya, “Peneliti melakukan pengujian terhadap sampel ikan yang baru didatangkan dari perairan laut Selatan dan sampel udang yang berasal dari perairan yang sama”. Kalimat tunggal tersebut lebih mudah dipahami oleh pembaca.

2. Penulisan Bahasa Gaul Tidak Sesuai Dalam Karya Ilmiah

Penggunaan bahasa gaul dalam karya ilmiah sangat tidak dianjurkan. Sebab, bahasa gaul biasanya dipengaruhi oleh pergaulan sesama remaja atau lingkungan sosial tertentu, sehingga terkesan kurang formal dan tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan dalam karya ilmiah.

Contohnya, dalam karya ilmiah tentang pemanfaatan limbah, jangan menggunakan istilah “bebas sampah” untuk mengganti istilah “tidak menghasilkan limbah”. Gunakan istilah yang formal dan sudah dikenal dalam dunia ilmiah.

3. Hyperbole Dalam Karya Ilmiah Menjadi Kesalahan Kebahasaan

Hyperbole adalah pertambahan kata-kata yang tidak perlu dalam kalimat untuk menekankan suatu informasi. Penggunaan hyperbole pada karya ilmiah menjadi kesalahan kebahasaan. Sebab, hyperbole mempengaruhi ketepatan dan keakuratan informasi.

Contohnya, dalam karya ilmiah tentang pengolahan limbah, jangan menuliskan “teknologi pengolahan limbah ini adalah teknologi terbaik di dunia”. Mengapa demikian? Apa pula standar/kriteria yang dijadikan pembanding dalam penentuan “teknologi terbaik di dunia”? Gunakan informasi yang lebih spesifik dan akurat.

4. Menyertakan Opini Dalam Karya Ilmiah

Karya ilmiah harus didasarkan pada fakta, bukan pada opini pribadi. Oleh karena itu, harus dihindari menyertakan opini dalam karya ilmiah. Opini dapat menghilangkan sifat obyektifitas karya ilmiah.

Sebagai contoh, dalam karya ilmiah tentang pengembangan benih padi, jangan menuliskan bahwa “benih padi dari varietas ABC lebih unggul dibandingkan varietas DEF”. Hal tersebut merupakan opini karena tergantung dari sudut pandang siapa dan kriteria apa saja yang digunakan.

5. Penggunaan Bahasa Asing Dalam Karya Ilmiah

Penggunaan bahasa asing dalam karya ilmiah harus dihindari, terutama di dalam judul dan abstrak. Penggunaan bahasa asing bisa membingungkan pembaca yang tidak mengerti bahasa asing tersebut.

Sebagai contoh, judul karya ilmiah yang menggunakan kata-kata bahasa Inggris seperti “Managing Student’s Motivation In Learning English” harus dihindari. Sebab, sebagian besar pembaca karya ilmiah masih dapat memahami judul dengan penggunaan kata-kata yang lebih mudah dipahami.

6. Duplikasi Kata Dalam Karya Ilmiah

Duplikasi kata dalam karya ilmiah menjadi kesalahan kebahasaan yang harus dihindari. Duplikasi kata dapat mengurangi kualitas karya ilmiah dan bahkan membuat pembaca merasa bosan.

Sebagai contoh, jika dalam karya ilmiah tentang pemanfaatan sampah, kata sampah terulang-ulang dalam satu kalimat, maka hal tersebut harus diubah rephrasing atau penggunaan sinonim yang lebih pas.

7. Tautologi Dalam Karya Ilmiah

Tautologi adalah pengulangan antar kata atau pengulangan antar kalimat dengan arti yang sama. Tautologi belum tentu menjadi kesalahan kaidah kebahasaan tetapi justru mengganggu ketegasan dan kejelasan informasi yang ingin disampaikan.

Contoh tautologi dalam karya ilmiah adalah frasa “rekayasa teknologi” yang pengulangan kata “teknologi” (sebab rekayasa adalah upaya pengembangan dan penerapan teknologi). Tautologi dapat dihindari dengan memilih kata-kata yang tepat dan menghindari pengulangan yang tidak perlu.

8. Kesalahan Ejaan Dalam Karya Ilmiah

Kesalahan ejaan dalam karya ilmiah menjadi penanda ketidakseriusan penulis. Sebab, penulisan karya ilmiah harus menghindari kesalahan kebahasaan termasuk kesalahan ejaan dan kata baku yang tidak sesuai.

Sebagai contoh, penggunaan kata “adalah” sebagai kata “idalah” atau penggunaan “insentif” sebagai “insintif” merupakan kesalahan ejaan dalam karya ilmiah yang harus dihindari.

9. Penggunaan Frasa Berlebihan Dalam Karya Ilmiah

Penggunaan frasa yang berlebihan dalam karya ilmiah bisa mengurangi efektivitas karya ilmiah. Frasa yang berlebihan dapat menyulitkan pembaca untuk memahami informasi yang ingin disampaikan.

Contoh penggunaan frasa yang berlebihan dalam karya ilmiah adalah, “Sistem manajemen pengolahan limbah yang canggih dan modern merupakan sebuah sistem yang telah berteknologi tinggi”. Sebagai gantinya, gunakan kata-kata yang lebih tepat dan mudah dipahami seperti “Sistem manajemen pengolahan limbah yang modern telah menggunakan teknologi mutakhir”.

10. Penggunaan Kata Tak-bermakna Dalam Karya Ilmiah

Penggunaan kata tak-bermakna dalam karya ilmiah harus dihindari. Kata tak-bermakna adalah kata yang tidak memiliki makna yang jelas atau diketahui oleh pembaca.

Sebagai contoh, dalam karya ilmiah tentang pengembangan teknologi pengolahan limbah, jangan menggunakan istilah “teknologi hijau” tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Sebab, istilah seperti itu belum tentu dikenal secara umum oleh pembaca.gunakan kata yang eksplisit dan menjelaskan apa yang dimaksud agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Perspektif Non-Kaidah Kebahasaan dalam Karya Ilmiah

Dalam dunia akademik, karya ilmiah kerap kali dianggap sebagai wadah untuk menyuplai informasi yang berguna dan berguna dalam berbagai bidang penelitian. Namun, tidak selalu semua karya ilmiah yang dibuat mengikuti kaidah-kaidah kebahasaan yang telah ditetapkan.

Di sini, kita akan membahas perspektif non-kaidah kebahasaan dalam karya ilmiah, apa saja yang termasuk di dalamnya, serta relevansinya untuk pengembangan penelitian dan pembelajaran.

1. Melihat Karya Ilmiah sebagai Wadah untuk Mengembangkan Ide

Pada dasarnya, karya ilmiah dikembangkan dengan tujuan membahas ide atau pemikiran tertentu secara mendalam sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita melihat karya ilmiah bukan hanya sebagai hasil akhir yang harus mengikuti kaidah kebahasaan, tetapi juga sebagai proses mengembangkan ide itu sendiri.

Perspektif ini membuka kemungkinan bagi para peneliti untuk lebih eksploratif dalam menulis karya ilmiah mereka, dengan tetap memperhatikan kualitas dari hasil akhir yang dihasilkan.

2. Menekankan Pentingnya Konteks dalam Karya Ilmiah

Selain kualitas dari hasil akhir, konteks juga menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam karya ilmiah. Terkadang, kaidah-kaidah kebahasaan tidak cukup untuk menyampaikan konteks secara tepat dan jelas. Hal ini sering terjadi pada penelitian yang bersifat multidisiplin dan kompleks.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat memungkinkan para peneliti untuk lebih leluasa dalam menyampaikan konteks secara jelas dan tepat, tanpa harus terikat dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang ketat.

3. Menjaga Kemampuan Berpikir Kritis dalam Proses Penulisan

Pada dasarnya, kemampuan berpikir kritis adalah salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh seorang peneliti. Kemampuan ini juga menjadi kunci dalam menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat membantu para peneliti untuk lebih leluasa dalam mengembangkan ide dan berpikir kritis, tanpa harus terikat dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang ketat.

4. Memudahkan Komunikasi Antara Peneliti yang Berbeda Latar Belakang

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, banyak penelitian yang bersifat multidisiplin dan kompleks. Hal ini menuntut para peneliti untuk tidak hanya memahami bidang penelitian mereka sendiri, tetapi juga mampu berkomunikasi dengan peneliti dari latar belakang yang berbeda.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi antar peneliti dari latar belakang yang berbeda, sehingga penelitian dapat berkembang dengan lebih baik.

5. Melestarikan Identitas Budaya dalam Karya Ilmiah

Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Sehingga dapat dimungkinkan ada karya ilmiah tentang budaya daerah yang tidak mengikuti kaidah-kaidah kebahasaan yang telah ditetapkan. Keberagaman bahasa di Indonesia menjadi sebuah keunikan budaya yang patut dilestarikan. Bukan berarti karya ilmiah tersebut tidak mengandung unsur ilmiah, namun lebih pada esensinya dalam menyampaikan identitas budaya dari masing-masing daerah.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat membantu untuk melestarikan identitas budaya dalam penelitian dan karya ilmiah kita.

6. Menekankan Pentingnya Kreativitas dalam Penulisan Karya Ilmiah

Karya ilmiah yang baik tidak hanya ditandai oleh kualitas dari hasil akhir, tetapi juga dengan proses pencapaiannya. Dalam hal ini, kreativitas sangat diperlukan dalam mengembangkan ide dan menyampaikannya secara jelas dan tepat.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat memungkinkan para peneliti untuk lebih leluasa dalam mengekspresikan kreativitas mereka dalam penulisan karya ilmiah.

7. Mendorong Pemikiran Kritis Terhadap Kaidah-Kaidah Kebahasaan yang Ada

Kaidah-kaidah kebahasaan tidak selalu dapat menciptakan karya ilmiah yang berkualitas. Oleh karena itu, diperlukan juga pemikiran kritis terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang ada.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat membuka pemikiran kritis terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang ada, sehingga para peneliti dapat mengembangkan karya ilmiah mereka dengan lebih leluasa dan menciptakan hasil yang lebih berkualitas.

8. Menjaga Fleksibilitas dalam Penulisan Karya Ilmiah

Karya ilmiah sangat dipengaruhi oleh diskusi dan perbincangan dengan rekan maupun komunitas yang lebih luas. Hal ini menuntut para peneliti untuk fleksibel dalam mengubah pendekatan penulisan dan beradaptasi dengan perkembangan yang ada.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat membantu para peneliti untuk lebih fleksibel dalam menulis karya ilmiah mereka, sehingga dapat beradaptasi dengan perkembangan yang ada.

9. Memperluas Cakupan Karya Ilmiah

Dalam karya ilmiah, terdapat beberapa cakupan penelitian yang dapat diambil. Namun, terkadang kaidah kebahasaan dapat membatasi cakupan penelitian tersebut.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat membantu para peneliti untuk lebih leluasa dalam mengambil cakupan penelitian yang lebih luas, sehingga penelitian dapat berkembang dengan lebih baik.

10. Menjaga Kesesuaian Konteks dalam Setiap Bahasa Karya Ilmiah

Dalam karya ilmiah, seringkali konteksnya berkaitan dengan asal peneliti, sehingga dalam menulis karya ilmiah pun mesti dipertimbangan variabel bahasa dari penulis tersebut. Oleh karena itu, penting bagi penulis untuk menjaga kesesuaian konteks dalam setiap bahasa.

Dalam hal ini, perspektif non-kaidah kebahasaan dapat membantu para peneliti untuk mempertimbangkan kesesuaian konteks dalam setiap bahasa karya ilmiah yang dibuat, sehingga pesan yang disampaikan dapat lebih jelas dan mudah dipahami oleh pembaca.

Jenis Kata yang Bukan Kaidah Kebahasaan Karya Ilmiah

Dalam sebuah karya ilmiah, penggunaan kata-kata harus memenuhi kaidah kebahasaan yang sudah ditetapkan. Namun, ada beberapa jenis kata yang tidak termasuk ke dalam kaidah kebahasaan karya ilmiah. Berikut adalah jenis kata yang bukan kaidah kebahasaan karya ilmiah:

1. Kata Ganti Orang Pertama (Saya, Aku, Kami, Kita)

Kata ganti orang pertama (saya, aku, kami, kita) tidak dianjurkan untuk digunakan dalam karya ilmiah. Sebagai gantinya, penggunaan kata ganti orang ketiga (dia, mereka) menjadi lebih diutamakan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesopanan dan keobjektifan dalam penulisan karya ilmiah.

Contoh penggunaan kata ganti orang ketiga yang benar:

“Tema penelitian ini memiliki potensi untuk memberikan dampak positif terhadap masyarakat.”

2. Kata Ganti Orang Kedua (Anda, Kamu)

Kata ganti orang kedua (anda, kamu) juga tidak dianjurkan untuk digunakan dalam karya ilmiah. Sebagai penggantinya, gunakanlah kata ganti orang ketiga (dia, mereka).

Contoh penggunaan kata ganti orang ketiga yang benar:

“Penulis karya ilmiah ini berharap tema penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.”

3. Kata Sifat Berlebihan

Kata sifat berlebihan seperti ‘sungguh’, ‘sangat’, dan ‘benar-benar’ sebaiknya dihindari dalam penggunaannya dalam karya ilmiah. Hal ini karena kata-kata tersebut dapat mempengaruhi niat penulis dan menciptakan kecenderungan subjektif dalam penulisan.

Contoh penggunaan kata sifat yang tepat:

“Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.”

4. Kata Slang atau Bahasa Gaul

Penggunaan kata slang atau bahasa gaul seperti ‘asik’, ‘kuy’, dan ‘keren’ tidak pantas dalam karya ilmiah. Hal ini karena kata-kata tersebut bersifat tidak formal dan tidak sesuai dengan keadaan di mana karya ilmiah tersebut harus formal dan objektif.

Contoh penggunaan kata yang formal:

“Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.”

5. Kata Vulgar

Kata-kata vulgar seperti kata-kata kasar atau kata-kata yang bersifat cabul sebaiknya dihindari dalam penulisan karya ilmiah. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesopanan dan kredibilitas penulisan karya ilmiah.

Contoh penggunaan kata yang tepat:

“Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara faktor A dan faktor B dalam proses pengambilan keputusan.”

Kata yang Tidak Boleh Digunakan Kata yang Digunakan Sebagai Pilihan Pengganti
Aku Dia
Kamu Dia/Mereka
Sangat Lebih
Asik Baik
Ngapain Apa yang dilakukan

Dalam penulisan karya ilmiah, penggunaan kata-kata yang sesuai dengan kaidah kebahasaan sangatlah penting. Dengan menghindari jenis kata yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan, maka karya ilmiah dapat menjaga kesopanan dan objektivitas penulisan. Adapun jenis kata yang harus dihindari dalam karya ilmiah adalah kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, kata sifat berlebihan, kata slang atau bahasa gaul, dan kata vulgar. Sebagai penggantinya, gunakanlah kata yang lebih formal dan sesuai dengan konteks yang tepat.

Saat menulis sebuah karya ilmiah, penting untuk memahami bahwa “Yang Bukan Kaidah Kebahasaan Karya Ilmiah Yaitu” seperti yang dijelaskan dalam artikel yang dapat Anda baca lebih lanjut di sini.

Terima Kasih Telah Membaca!

Nah, itulah beberapa contoh bahasa yang bukan termasuk dalam kaidah kebahasaan karya ilmiah yang sebaiknya dihindari. Meski terdengar menjemukan, tapi mengikuti tata kaidah kebahasaan yang baik akan membuat penulisanmu lebih terstruktur dan mudah dipahami oleh pembaca. Jangan lupa, tetaplah berkunjung ke situs ini untuk mendapatkan tips menulis karya ilmiah dan informasi menarik lainnya. Sampai jumpa lagi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *