Tari Pakarena (Sejarah Mitologi dan Gerakannya)

Tari Pakarena – Apa yang pertama kali kalian pikirkan saat mendengar kata “Pakarena”?

Jujur saja, kalau penulis jadi teringat dengan lirik lagunya Tyga yang berbunyi seperti ini “Dale a tu cuerpo alegria macarena, que tu cuerpo pa’ darle alegria y cosa Buena”.

Ya, lagu ini sering mengulang kata “macarena” yang pelafalannya mirip dengan nama Tari Pakarena.

Penulis kira lagu ini yang mengiringi tari pakarena yang berasal dari Sulawesi Selatan, ternyata sama sekali tidak ada kaitannya.

Membahas kekayaan budaya negara Indonesia memang tidak akan pernah ada habisnya.

Tidak aneh pada zaman dahulu negeri elok ini menjadi incaran banyak penjajah.

Bangsa Indonesia patut bangga menjadi bagian dari bangsa yang besar dengan keanekaragaman hayati dan kekayaan budaya yang berlimpah ini.

Setelah membahas beberapa tarian Indonesia di beberapa artikel sebelumnya, kali ini penulis akan mencoba sedikit berbagi informasi tentang tari pakarena.

Seperti dikatakan sebelumnya, tari pakarena merupakan tarian tradisional yang berasal dari provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya daerah Makassar.

Tari ini berasal dari kata “karena” yang dalam bahasa setempat memiliki arti “main”.

Dengan mendapatkan prefiks “pa” yang menandakan pelaku, jadi pakarena berarti si penari.

Tidak diketahui pasti tari ini ditarikan untuk apa dan siapa yang menciptakannya, namun yang pasti kesenian ini sempat menjadi tarian resmi istana pada masa Raja Gowa ke-16.


Gerakan Tari Pakarena


Gerakan tarian ini didominasi dengan ekspresi kelembutan yang mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada umumnya, khususnya terhadap suami.

Bagian-bagian gerakan tari ini agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya.

Tapi setiap pola memiliki maknanya sendiri. Misal, gerakan duduk yang menjadi gerak awal dan akhir pementasan tarian Pakarena.

Gerak berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang di bawah dan kadang di atas.

Ada peraturan yang cukup unik untuk penari pakarena, yakni tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, dan gerakan kakinya tidak boleh diangkat terlalu tinggi.

Biasanya dibutuhkan waktu sekitar dua jam untuk memainkan tarian ini, untuk itu penari dituntut memiliki kondisi fisik yang prima.

Pada pementasannya, tari ini dimainkan oleh 4 penari dan diiringi dengan alat musik berupa gandrang dan puik-puik.

Gandrang merupakan sebuah alat musik yang terbuat dari kepala drum, sementara puik-puik merupakan alat musik tiup mirip dengan seruling.

Gemuruh hentakan Gandrang Pakarena berfungsi sebagai pengatur irama dianggap sebagai cermin dari watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang keras.

Kelompok pemusik pengiring tari ini biasanya berjumlah tujuh orang, dan dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci.

Selain penari, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya, terutama kepala.

Ada dua jenis pukulan menabuh gandrang, dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan menggunakan tangan.

Properti lain yang digunakan dalam tari pakarena/ tari kipas khas Sulawesi Selatan ini adalah kipas, baju pahang, lipa’ sa’be, dan perhiasan-perhiasan lainnya.


Sejarah Mitologi Tari Pakarena


Tari Pakarena
travelingyuk.com

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat suku Makassar tari ini sering kali dikaitkan dengan mitologi To Manurung (orang yang turun dari langit).

Dikutip dari beberapa sumber, ada dua versi cerita mitos:

1. Putri dari Langit

Cerita versi pertama adalah terdengarnya kabar tentang kedatangan seorang puteri yang turun dari langit dan menyatakan kemampuan dalam menyelesaikan persoalan di Kerajaan Gowa.

Pada saat itu Kerajaan Gowa sedang mengalami chaos dari 9 kelompok pendukungnya dan membutuhkan sosok pemimpin yang dapat menyatukan mereka.

Puteri tersebut berjanji akan menyatukan negeri dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Seketika ia diangkat sebagai raja oleh mereka yang sebelumnya selalu berseteru.

Kemudian sang puteri mengajarkan aturan-aturan adat termasuk gerakan-gerakan tarian yang dijadikan tarian pada masa itu dan kemudian dikenal dengan Tari Pakarena.

2. Perjalanan To Manurung

Versi kedua adalah mitos perpisahan antara To Manurung dengan masyarakat.

To Manurung telah mengajarkan banyak hal mengenai kehidupan di bumi, seperti bercocok tanam, beternak, menangkap ikan, mengurus rumah tangga, bermasyarakat, dan yang lainnya.

Setelah To Manurung meninggalkan mereka, maka dibuatlah tarian untuk mengenangnya dan mengucapkan syukur dengan menirukan daya dan perilakunya saat bersama-sama di kerajaan Gowa.


Itu dia sekilas info mengenai Tari Pakarena. Semoga bermanfaat! ?

Originally posted 2020-12-29 11:50:55.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.