Rumah Adat Sulawesi Utara | Rumah Pewaris atau Walewangko

Rumah adat Sulawesi Utara disebut dengan Rumah Pewaris atau dikenal juga dengan istilah Walewangko. Walawengko merupakan rumah tradisional khas dari daerah Minahasa, Sulawesi Utara.


Rumah Adat Sulawesi Utara


Provinsi Sulawesi Utara atau yang biasa disingkat Sulut beribu kota di Kota Manado. Memiliki luas wilayah sebesar 13.851,64 km². Jumlah total penduduknya sebanyak 2.484.392 jiwa yang terdiri dari berbagai macam suku Bangsa. Sebut saja Suku Minahasa, Sangir, Mongondow, Gorontalo, Tionghoa, dan lain sebagainya.

Suku Minahasa dan Sistem Perkampungannya

Suku Minahasa merupakan suku bangsa paling banyak yang mendiami wilayah Sulawesi Utara. Sebagai etnis paling dominan masyarakat Minahasa memiliki pola perkampungannya tersendiri.

Orang Minahasa tersebar ke dalam 30 wilayah kecamatan dan bermukim di 498 desa. Istilah desa dikenal juga dengan sebutan wanua. Sering juga disebut dengan istilah negri atau matani.

Desa di MInahasa biasanya dibangun di sepanjang jalan atau setidaknya tidak terlalu jauh dari jalan. Tentu masyarakat Minahasa juga memikirkan aksesibilitas dalam membuat perkampungan mereka.

Pola perkampungan di Minahasa umumnya padat berkelompok. Desa-desa yang seperti ini biasanya tidak akan mudah berpindah dan justru apabila semakin besar desa tersebut semakin menetaplah sifatnya.

Rumah Adat Khas Suku Minahasa

Tempat tinggal atau rumah yang biasa ditinggali warna untuk beraktivitas sehari-hari disebut dengan wale atao bale. Selain wale atau bale terdapat juga rumah darurat yang dibangun di kebun ladang, atau sawah dan dinamakan sabuwa atau popo atau lekou atau terung.

Sabuwa mirip seperti dalam bentuk yang lebih kecil. Gunanya untuk tempat beristirahat, berteduh saat hujan, memasak makanan, atau tempat menyimpan hasil panen. Biasanya sebelum hasil panen dibawa ke desa, agar terhindar dari gangguan binatang liar semua panen disimpan disini.

Tipe-tipe rumah tradisional orang MInahasa yang didiami oleh keluarga berbentuk rumah panggung di atas tiang-tiang besar. Tiangnnya berdiameter kira-kira sebesar pelukan dua orang dengan ketinggian antara 2,5 sampai 3 meter.

Bagian Rumah

Di tengah-tengah rumah terdapat ruangan besar dengan ukuran 5 x8 meter. Ruangan ini digunakan oleh keluarga batih untuk menyimpan hasil panen padi mereka. Tong-tong besar yang terbuat dari batang pohon kayu diletakkan di ruangan ini.

Bagian samping kanan dan kiri ruangan besar terdapat enam sampai sembilan kamar berukuran lebih kecil. Biasanya kamar-kamar tersebut didiami oleh keluarga batih.

Beberapa abad lalu, tepatnya di tahun 1845 terjadi gempa bumi hebat di Minahasa yang meluluhlantakkan perkampungan. Kebanyakan rumah mereka rusak parah. Sejak peristiwa tersebut rumah adat Minahasa dibangun kembali dengan ukuran yang lebih kecil dan tiang yang lebih pendek.

Awalnya tempat tinggal Suku Minahasa hanya memiliki satu buah tangga untuk jalan keluar masuk rumah yang disebut a’ran (tombulu), raran (tontemboan). tangga tersebut terletak pada bagian tengah di muka rumah dan belakang.

Hal itu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Minahasa yang menganggap roh jahat selalu berjalan lurus ke depan. Apabila ia akan memasuki rumah melalui pintu depan, maka akan pergi lewat pintu belakang. Begitu juga sebaliknya. Kini orang-orang juga membangun tangga di bagian samping kiri dan kanan rumah.

Sedangkan rumah sabuwa yang ada saat ini tetap menggunakan pola terdahulu, yakni berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 3 x3 meter. Berlantaikan tanah, beratap daun rumbia maupun alang-alang, serta dinding dari anyaman bambu.

Arsitektur Bangunan

Kerangka rumah panggung khas Minahasa terdiri dari tiga bagian. Pertama terdiri dari 16 – 18 tiang yang berfungsi sebagai penyangga rumah. Dipasang membujur dan memanjang dan terbuat dari kayu.

Didirikan diatas umpak batu (watulanei) yang fungsinya agar tiang-tiang tersebut tidak cepat lapuk dan membusuk. Bila bagian pertama diberi dinding disebut sebagai bawah rumah atau kolong rumah (godong) yang bisa difungsikan sebagai kamar.

Kedua merupakan kerangka bagian inti rumah karena pada bagian ini diletakkan dinding rumah dari papan atau anyaman bambu. Sedangkan bagian ketiga merupakan rangka atap rumah.

Tinggi rendahnya tangga tergantung pada tingginya bangunan. Banyaknya anak tangga berkisar antara 7, 9 atau 12 buah yang pada pegangannya terdapat masing-masing 15 buah terali.

Jumlah jendela berkisar antara empat sampai enam buah yang berukuran 60 x90 cm. Dua buah jendela terletak di bagian depan rumah tepatnya di samping kiri kanan pintu. Sedang empat lainnya berada di samping-samping rumah pada setiap kamar.

Susunan Ruang

Rumah-rumah di Minahasa terdiri dari emperan (setup ), ruang tamu atau dalam bahasa Tombulu disebut leloangan, dan ruang tengah (pores). Setelah ruang tengah terdapat sebuah gang yang memanjang dari depan ke belakang yang membagi ruang menjadi dua bagian sama besar.

Samping kiri dan kanan gang terdapatt kamar-kamar tidur. Banyaknya kamar tergantung besarnya rumah. Lalu di bagian belakang rumah terdapat dapur sebagai tempat memasak sekaligus tempat makan keluarga. Dapur merupakan bangunan tambahan yang lantainya lebih rendah sekitar 25 – 30 cm dari lantai rumah induk.

Bagi rumah-rumah yang memungkinkan dibuat sumur, maka akan dibangun sumur di belakang dapur dan disampingnya terdapat kamar mandi. Kamar mandinya berupa ruangan kecil dan tidak memiliki tempat untuk membuang air. Toilet atau tempat buang air biasanya dibuat terpisah dan letaknya agak jauh ke belakang rumah.

Umumnya bagian loteng atau dalam bahasa Tombulu disebut paah, atau Bahasa Tontemboan disebut pata, atau solimai dalam bahasa Tolour dimanfaatkan untuk menyimpan hasil panen. Karenanya dibagian depan atap rumah diberi jendela agar saat naik tidak gelap dan tidak pengap. Besaran jendela sekitar 50 x 60 cm.

Rumah Pewaris

Salah satu contoh rumah adat Minahasa adalah Pewaris. Pada dasarnya rumah pewaris merupakan sebuah rumah panggung yang secara keseluruhan materialnya terbuat dari kayu ulin. Kayu ulin memang khas Pulau Kalimantan, tapi juga ditemukan di Sulawesi.

Jenis kayu ulin digunakan sebagai bahan dasar pembuat rumah karena kekuatannya. Kayu ulin sangan kuat dan tahan lapuk. Apabila terkena air jenis kayu ulin tidak melapuk dan justru semakin kuat. Itulah mengapa kayu ulin dijuluki kayu besi oleh masyarakat Dayak di Kalimantan.

Arsitektur rumah pewaris hampir sama dengan kebanyakan rumah panggung lainnya. Bangunannya berdiri di atas tiang-tiang balok yang menyokong lantai rumah. Dua diantara tiang-tiang tersebut tidak boleh disambung.

Ruangan paling depan dari rumah adat ini disebut lesar. Kemudian ada ruang kedua yang disebut sekey atau serambi dan ruang tengah yang disebut pores.

Pores atau ruang tengah terbagi lagi dalam beberapa ruangan. Ada ruang tamu, ruang tidur atau kamar, dan ruang makan. Dapur terpisah dari bangunan induk. Terdapat juga dua buah tangga yang terlihat saling menyilang di bagian depan rumah sebelum pintu masuk.

Walewangko juga memiliki ukiran-ukiran yang terdapat pada dinding, ujung atap, pagar, tangga, dan bagian rumah lainnya. Ukiran-ukiran ini didominasi oleh warna kuning, putih, dan hitam. Fungsinya selain sebagai hiasan juga dipercaya dapat memberi tuah sebagai penolak bala.

Keywords: Rumah Adat Sulawesi Utara

Originally posted 2020-05-07 17:18:41.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.